digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Adi Riyanto [17221071]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Degradasi pengetahuan tradisional (traditional knowledge erosion) pada sentra gerabah Sitiwinangun, Kabupaten Cirebon, termanifestasi melalui penurunan drastis praktik pembuatan motif gerabah yang telah berlangsung sejak abad ke-13. Fenomena ini diperparah oleh absennya dokumentasi visual dan deskriptif yang komprehensif, serta data terbaru (2025) yang menunjukkan hanya tersisa 50 perajin dengan keahlian motif terkonsentrasi pada 10 orang. Motif-motif seperti menyan kobaran dan teratai gagajahan terancam punah, padahal mengandung nilai filosofis sebagai representasi mentifak (pemikiran) dan artefak budaya (Koentjaraningrat, 1974). Penelitian ini bertujuan merekonstruksi motif gerabah Sitiwinangun sebagai upaya penyelamatan warisan budaya takbenda melalui pendekatan interdisipliner kriya dan keramologi. Metode penelitian mengadopsi desain campuran (mixed methods) dengan dominasi pendekatan kualitatif, mengintegrasikan metode pengkajian pola tiga tahap enam langkah Gustami (2007) yang diadaptasi menjadi kajian berbasis artefak (post factum) (Hendriyana, 2021). Tahap pra-rekonstruksi melibatkan investigasi artefak tersebar, wawancara mendalam dengan perajin kunci, dan studi koleksi museum. Tahap rekonstruksi menerapkan analisis keramologis (morfologi, teknologi, dan style) serta teknik archaeological illustration untuk visualisasi akurat. Tahap pasca-rekonstruksi mencakup validasi ahli dan uji reproduksi motif oleh perajin. Data dikumpulkan di lima wilayah sentra gerabah Sitiwinangun dan tiga museum (Museum Sri Baduga, Museum Cakrabuana, Museum Kepurbakalaan Banten). Hasil penelitian berhasil merekonstruksi 97 motif gerabah Sitiwinangun melampaui inventarisasi sebelumnya (Laili, 2007) yang hanya mendata 27 motif. Analisis mengungkap: (1) Teknik pembuatan dominan meliputi appliqué (tempel), incising (ukir), dan impressing (cetak); (2) Motif terinspirasi lingkungan alam (flora, fauna) dan nilai Islam lokal; (3) Identifikasi dua artefak kritis (arca gagajahan dan memolo) sebagai produk otentik Sitiwinangun melalui verifikasi morfologi dan testimoni perajin. Archaeological illustration yang dihasilkan dilengkapi notasi teknis (skala, material, teknik) menjadi arsip visual definitif pertama. Uji implementasi panduan rekonstruksi membuktikan keberhasilan reproduksi motif langka (e.g., teratai gagajahan) oleh perajin dengan presisi tinggi. Kebaruan penelitian terletak pada: (1) Integrasi disiplin kriya (penekanan pada proses kreatif dan interpretasi) dengan keramologi (analisis teknis artefak) sebagai model rekonstruksi warisan terancam punah; (2) Pengembangan metode dokumentasi berbasis archaeological illustration yang menggabungkan akurasi ilmiah dan nilai estetika; (3) Verifikasi empiris artefak museum yang sebelumnya tidak teridentifikasi Kontribusi penelitian terhadap khazanah ilmu meliputi: (1) Basis data akademis pertama yang mengarsipkan dimensi visual, teknis, dan interpretatif motif gerabah Sitiwinangun; (2) Model preservasi dinamis untuk warisan takbenda melalui sinergi partisipasi komunitas dan dokumentasi terstruktur; (3) Referensi teknis bagi regenerasi perajin dan pengembangan kebijakan pelestarian budaya.