digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) adalah operator eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi di Blok Mahakam, Kalimantan Timur, yang melaksanakan operasi pengeboran sumur pengembangan dan eksplorasi di lima rig lepas pantai. Jasa mudlogging sangat penting untuk pemantauan geologi secara langsung serta menjaga keselamatan operasional dalam pengeboran lepas pantai. Mudlogging memiliki peran kritis dalam mendukung keselamatn dan efisiensi pengeboran. Sejak tahun 2019, jasa ini diberikan melalui tiga kontrak yaitu satu kontrak diberikan kepada PTGI dan dua kontrak kepada konsorsium antara PTEN dan PTGS. Pada periode kedua konsorsium (2022–2024), terjadi penurunan kinerja yang signifikan, mengakibatkan kerugian biaya akibat rig standby sekitar USD 350.000. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan dari penurunan kinerja jasa pekerjaan mudlogging tersebut serta mengusulkan strategi perbaikan praktis guna mengembalikan keandalan operasional dan meminimalkan waktu non-produktif. Pendekatan mixed-method digunakan dengan menggabungkan wawancara terstruktur terhadap para pemangku kepentingan utama, pakar, serta pengumpulan data melalui kuesioner berskala Likert. Analisis data kualitatif menggunakan Current Reality Tree (CRT), menunjukkan bahwa tidak adanya struktur tata kelola yang jelas serta kejelasan peran mengakibatkan lemahnya koordinasi, keterlambatan dalam pengambilan keputusan, komunikasi yang tidak efektif, serta pengawasan teknis yang tidak memadai. Faktor lain yang turut berkontribusi berdasarkan hasil penelitian ini adalah kurangnya pelatihan, tingginya tingkat pergantian personel (turnover), serta rendahnya motivasi pada personel kontraktor. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) diterapkan untuk memprioritaskan strategi perbaikan, dengan hasil tertinggi pada restrukturisasi tata kelola konsorsium (0.5681) serta peningkatan pelatihan (0.2388) sebagai faktor paling berdampak dalam memulihkan kinerja operasional. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini mengusulkan struktur komunikasi dan tata kelola yang direvisi, mencakup penunjukan personel senior permanen, klarifikasi jalur pelaporan, serta integrasi koordinasi teknis dan operasional di lapangan.