digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kebutuhan pengawet terus meningkat seiring meningkatnya kebutuhan pangan dan produk edible lainnya. Daun ginggiang kering telah digunakan secara empiristradisional sebagai pengawet nira aren yang akan diproses menjadi gula merah. Pemanfaatan daun tanaman tersebut sebagai pengawet nira aren sampai sekarang masih berlangsung, setidaknya oleh masyarakat Kampung Adat Kuta, di Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Masyarakat mengklaim penggunaan daun tersebut efektif mengawetkan nira aren dan menjadikan produk gula merah yang dihasilkan tahan lama serta memiliki kualitas dan karakteristik organoleptik yang baik, seperti tidak basah/higroskopis, memiliki tekstur keras namun tetap mudah dipotong, berwarna merah kecoklatan, serta rasa manis tanpa disertai rasa asam. Fakta tersebut memberikan inspirasi untuk pengembangan daun ginggiang menjadi pengawet produk edible alami baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sediaan/produk pengawet alami berbasis daun ginggiang yang efektif, aman dan berkualitas. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan penelitian dan pengembangan untuk membuktikan keamanan, efektivitas, dan mutu sediaan pengawet yang ditargetkan. Penelitian diawali dengan preparasi ekstrak etanol (EE) dengan metode maserasi dan ekstrak air (EA) dengan metode refluks, diikuti dengan uji aktivitas antimikroba. Penelitian dilanjutkan dengan dekolorisasi EE menggunakan karbon aktif, kemudian ekstrak etanol dekolorisasi (ED) yang diperoleh diformulasikan menjadi sediaan pengawet padat (SPP-ED) dengan penambahan selulosa mikrokristalin sebagai bahan pengisi. Sebagai pembanding dibuat pula sediaan pengawet padat EE (SPP-EE), juga dengan penambahan selulosa mikrokristalin. SPP-ED dan SPP-EE yang dihasilkan diuji efektivitasnya pada beberapa produk pangan. Uji hedonik juga dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang diawetkan dengan SPP-ED dan SPP-EE dapat diterima atau disukai oleh responden. Keamanan sediaan sebagai produk akhir diuji melalui uji toksisitas akut dan subkronik 90 hari. Analisis metabolit dan penentuan senyawa marker juga dilakukan dalam penelitian ini. ii EE dan EA menunjukkan aktivitas antimikroba dengan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) masing-masing terhadap Candida albicans (EE: 80±; EA: 160±0 µg/mL), Pseudomonas aeruginosa (EE: 160±0; EA: 160±0 µg/mL), Staphylococcus aureus (EE: 80±0; EA: 320±0 µg/mL), Methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (EE: 160±0; EA: 160±0 µg/mL), Staphylococcus epidermidis (EE: 160±0; EA: 1280±0 µg/mL), Propionibacterium acnes (EE: 640±0; EA: 640±0 µg/mL) dan Escherichia coli (EE: 640±0; EA: - µg/mL). Pengujian efek bakterisid/bakteriostatik dan fungisid/fungistatik menunjukan bahwa EE dan EA memiliki efek bakteriostatik pada S. aureus dan fungistatik pada C. albicans. Mikroba-mikroba uji dalam pengujian ini merupakan mikrobamikroba yang berperan dalam mengkontaminasi makanan atau menyebabkan infeksi pada kulit. Uji efektivitas pengawet SPP-ED dan SPP-EE dilakukan terhadap produk pangan roti, selai nanas, dan jus jambu. SPP-ED dan SPP-EE mampu mengawetkan roti dan jus jambu hingga maksimum 6 hari. Efektivitas pengawetan ditandai dengan nilai ambang angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK) yang tidak dilampaui, yaitu kurang dari 10 5 CFU/g sampel. Takaran yang mampu mengawetkan sampel hingga 6 hari berada pada rentang 1,5-2,5 g SPP-ED/SPP-EE untuk 1,2 Kg adonan roti, serta 0,75 g SPP-ED/SPP-EE untuk satu liter jus. Namun demikian, kedua pengawet tersebut tidak efektif mengawetkan selai nanas. Selai nanas dengan dan tanpa penambahan sediaan pengawet ini, sama-sama menujukkan adanya pertumbuhan mikroba pada hari ke 3. Uji hedonik pada 40 responden tidak terlatih menunjukkan bahwa sampel roti dan jus yang diawetkan dengan SPP-ED dan SPE-EE memberikan hedonic score antara 7,9 hingga 6,3 yang menandakan produk makanan sedikit hingga cukup disukai (like slightly –like moderately). Hedonic score ini tidak berbeda dengan hedonic score sampel produk pangan yang diawetkan dengan kalium sorbat sebagai pembanding. Keamanan SPP-ED dan SPP-EE ditentukan melalui uji toksisitas akut oral dan subkronik oral 90 hari. Hasil uji toksisitas akut menunjukan nilai LD50 SPP-EE maupun SPP-ED lebih dari 5000 mg/Kg BB. Selanjutnya, mempertimbangkan tampilan organoleptik yang lebih baik serta efektivitas pengawetan yang setara dengan SPP-EE, maka hanya SPP-ED yang diuji lanjut keamanannya melalui uji toksisitas subkronik. Pengujian dilakukan menggunakan dosis 45, 150, dan 1500 mg/Kg BB/hari. Dosis tersebut ditentukan berdasarkan dosis efektif pengawetan pada roti dan nilai konsumsi harian roti. Hasil pengujian menunjukan bahwa paparan berulang ketiga dosis tersebut tidak menyebabkan kematian, perubahan perilaku, perubahan konsumsi pakan, maupun berat badan dibandingkan terhadap kontrol. Namun paparan berulang ini menyebabkan perubahan pada berbagai parameter hematologi, biokimia, indeks organ dan struktur jaringan. Oleh karena itu, pemberian berulang SPP-ED pada hewan coba, perlu dikaji lebih lanjut untuk menentukan nilai acceptable daily intake (ADI) SPP-ED tersebut. Analisis metabolit ekstrak etanol daun ginggiang juga telah dilakukan dengan menggunakan metode liquid chromatography - high resolution mass spectroscophy (LC-HRMS). Berdasarkan hasil komparasi dengan library yang tersedia pada alat, diperkirakan minimal 31 senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam iii ekstrak tersebut, 13 diantaranya, yaitu: rutin, trifolin, katekin galat, quercetin-3?- D-glucoside, quercetin, kaempferol, ?-eleostearic acid, trans-3-indoacrylic acid, oleamid, erukamid, lupeol, aposinin, dan skopoletin, telah dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba, Skopoletin menjadi salah satu senyawa yang dilaporkan memiliki berbagai aktivitas farmakologi serta tersedia metode analisis kualitatif dan kuantitatifnya, sehingga sesuai untuk dipilih sebagai kandidat senyawa marker pada ekstrak daun ginggiang ini. Penentuan skopoletin dalam EE dan SPP-ED menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menunjukkan kadar skopoletin sebesar 1,1 ± 0,01 %b/b pada EE dan 1,23±0,18 %b/b pada SPP-ED.