Strategi pemeliharaan yang diterapkan di PLTA Tonsealama saat ini masih belum
efektif, hal ini tercermin dari tingginya frekuensi gangguan pembangkit jika
dibandingkan dengan pembangkit sejenis. Tingginya frekuensi gangguan tersebut
berdampak pada realisasi kehilangan produksi kWh akibat gangguan sebesar
2.041.867 kWh sehingga tidak memenuhi target kehilangan produksi kWh
maksimum akibat gangguan sebesar 864.000 kWh per tahun. Oleh karena itu
perlu dilakukan evaluasi terhadap program pemeliharaan untuk meningkatkan
keandalan PLTA Tonsealama.
Tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menentukan peralatan
kritis berdasarkan peringkat Maintenance Priority Index. Langkah berikutnya
adalah implementasi metode Reliability Centered Maintenance (RCM) II yang
dijabarkan dalam RCM II Information, penyusunan strategi perawatan
rekomendasi berdasarkan RCM II Decision Worksheet, penentuan interval
pemeliharaan menggunakan distribusi Weibull, dan analisis biaya perawatan.
Penelitian ini berhasil merumuskan strategi perawatan yang optimal untuk 6
peralatan kritis PLTA Tonsealama dan berpotensi meningkatkan keandalan PLTA
Tonsealama sebesar 32,81%, yaitu dari sebelumnya 18,44% menjadi 51,26%
sehingga telah memenuhi best practice dan rule-of-thumb untuk indeks keandalan
sebesar 50%. Sebagai konsekuensi penerapan strategi pemeliharaan tersebut maka
diperlukan penambahan jam kerja dalam setahun, dari 1.374 jam menjadi 1.506
jam kerja per orang atau 9.036 jam untuk total 6 orang tenaga kerja. Meskipun
terdapat peningkatan biaya pemeliharaan sebesar Rp 168.590.000 dan potensi
kehilangan pendapatan sebesar Rp 470.407.000 per tahun jika dibandingkan
dengan strategi pemeliharaan aktual, strategi pemeliharaan ini diharapkan dapat
mengantisipasi potensi kerugian perusahaan akibat tidak beroperasinya unit
pembangkit karena gangguan peralatan sebesar Rp 2.860.967.300. Dengan
demikian, rekomendasi strategi pemeliharaan ini layak untuk diimplementasikan.