









Dunia menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketersediaan energi
berkelanjutan, terutama karena ketergantungan pada bahan bakar fosil selama
beberapa dekade terakhir. Untuk mendukung transisi energi baru terbarukan (EBT),
diperlukan perencanaan energi berkelanjutan yang melibatkan semua tingkat
pemerintahan, lintas sektor pemerintahan; dan harus mengikutsertakan semua aktor
non-pemerintah. Selama dua dekade terakhir, berbagai negara di dunia telah
melakukan upaya transisi energi yang melibatkan tata kelola multi-level (Jerman
tahun 2000, Republik Rakyat Tiongkok tahun 2005). Indonesia sendiri, dalam lima
tahun terakhir, telah mengembangkan Rencana Umum Energi Daerah (RUED)
sebagai pendekatan potensial untuk mewujudkan sistem energi berkelanjutan.
Namun, implementasi dan koordinasi RUED menghadapi tantangan besar,
khususnya dalam mengubah visi dan program menjadi tindakan nyata. Penelitian
ini memetakan peran dan interaksi para pemangku kepentingan dalam tata kelola
multilevel (MLG) dalam mewujudkan suatu sistem perencanaan energi regional
yang berkelanjutan. Kerangka konseptual perencanaan energi regional yang
disintesa melalui studi literatur menjadi titik awal eksploratori studi kasus RUEDP di Indonesia. Studi kasus ini kemudian mendindikasikan tantangan implementasi
aspek pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian RUED-P. Kolaborasi antar
aktor untuk mencapai perencanaan energi regional yang berkelanjutan, utamanya
penguatan kelembagaan di tingkat daerah (lokal). Pembentukan “taskforce” yang
memiliki “shared vision” terkait transisi energi dan pendekatan moda holakrasi
untuk memastikan “agility” dalam tata kelola multilevel menjadi dua factor kunci
baru dalam mewujudkan sistem Rencana Energi Regional Berkelanjutan.