digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dunia menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketersediaan energi berkelanjutan, terutama karena ketergantungan pada bahan bakar fosil selama beberapa dekade terakhir. Untuk mendukung transisi energi baru terbarukan (EBT), diperlukan perencanaan energi berkelanjutan yang melibatkan semua tingkat pemerintahan, lintas sektor pemerintahan; dan harus mengikutsertakan semua aktor non-pemerintah. Selama dua dekade terakhir, berbagai negara di dunia telah melakukan upaya transisi energi yang melibatkan tata kelola multi-level (Jerman tahun 2000, Republik Rakyat Tiongkok tahun 2005). Indonesia sendiri, dalam lima tahun terakhir, telah mengembangkan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sebagai pendekatan potensial untuk mewujudkan sistem energi berkelanjutan. Namun, implementasi dan koordinasi RUED menghadapi tantangan besar, khususnya dalam mengubah visi dan program menjadi tindakan nyata. Penelitian ini memetakan peran dan interaksi para pemangku kepentingan dalam tata kelola multilevel (MLG) dalam mewujudkan suatu sistem perencanaan energi regional yang berkelanjutan. Kerangka konseptual perencanaan energi regional yang disintesa melalui studi literatur menjadi titik awal eksploratori studi kasus RUEDP di Indonesia. Studi kasus ini kemudian mendindikasikan tantangan implementasi aspek pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian RUED-P. Kolaborasi antar aktor untuk mencapai perencanaan energi regional yang berkelanjutan, utamanya penguatan kelembagaan di tingkat daerah (lokal). Pembentukan “taskforce” yang memiliki “shared vision” terkait transisi energi dan pendekatan moda holakrasi untuk memastikan “agility” dalam tata kelola multilevel menjadi dua factor kunci baru dalam mewujudkan sistem Rencana Energi Regional Berkelanjutan.