Meskipun kondisi pembangkitan listrik masih didominasi oleh PLTU Batubara, Indonesia
berambisi untuk mencapai karbon netral pada tahun 2060. Dalam RUKN 2024-2060, co-firing
amonia ditargetkan menjadi penyumbang produksi listrik sebesar 3,1% dari amonia. Penelitian
tentang amonia sebagai alternatif energi dengan metode co-firing telah secara luas
dilaksanakan di seluruh dunia dan menujukan hasil yang positif. Penelitian menunjukan bahwa
semakin besar rasio co-firing maka penurunan emisi karbon akan semakin besar. Penelitian
lain menunjukan bahwa rasio co-firing hingga 20-25% tidak berpengaruh terhadap temperatur
ruang bakar secara signifikan. Hasil efisiensi juga cukup bagus pada penelitian yang menguji
co-firing amonia sebesar 20% dengan batubara tipe bituminous dan sub-bituminus. Selam ini,
sebagian besar penelitian berfokus tentang apa yang terjadi di dalam boiler dan efeknya
terhadap emisi dan performa pembangkit. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan desain
sistem pendukung co-firing amonia yang terdiri dari sistem penyimpanan dan suplai dengan
rasio co-firing sebesar 20% sebagai batasan penelitian. Basis yang dipergunakan adalah basis
massa mengingat kemiripan antara LHV amonia (18,6 MJ/kg) dan batubara kualitas rendah
(16,3 MJ/kg). Perancangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan co-firing amonia pada PLTU
Suralaya 5,6 dan 7 dengan Hari Opersional Pembangkit (HOP) selama 10 hari dan ditemukan
kebutuhan amonia sebesar 47.520 ton. Pemodelan sistem penyimpanan dan suplai dengan
bantuan piranti lunak Aspen Hysys juga dilakukan untuk mengetahui spesifikasi peralatanperalatan
utama. Evaluasi dampak penerapan instalasi terhadap performa pembangkit dengan
menggunakan bantuan piranti lunak Aspen Plus menunjukan hasil yang positif yaitu penurunan
emisi karbon sebesar 18,5% dan kenaikan Daya Mampu Netto (DMN) dari 600 MW menjadi
623 MW. Namun, penerapan co-firing amonia dengan kadar 20% akan menghadapi tantangan
yang cukup signifikan mengingat harga amonia di pasar sebesar 300 USD per ton, sekitar tiga
kali lipat dibanding dengan harga batubara. Dari hasil analisa, aplikasi amonia di PLTU
Suralaya akan menyebabkan neraca keuangan menjadi minus 66.852.574,24 USD.