digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara migrasi orang tua dengan kejadian stunting pada anak usia 0-59 bulan di Indonesia. Penelitian ini data dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2014. Pemodelan dilakukan menggunakan regresi logistik biner dengan memasukkan variabel bebas utama, yaitu migrasi orang tua, serta variabel kontrol yang meliputi karakteristik anak, orang tua, dan rumah tangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa migrasi orang tua memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan risiko stunting pada balita. Anak dengan salah satu orang tua yang bermigrasi ke luar negeri memiliki peluang 15,9% lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan anak yang dari keluarga bukan migran. Faktor lain yang memberikan pengaruh signifikan terhadap status stunting anak meliputi berat lahir, usia anak, tingkat pendidikan ibu, tempat melahirkan, tinggi badan ibu, status pekerjaan ayah, dan kuintil pengeluaran rumah tangga. Berat lahir normal menurunkan peluang anak mengalami stunting sebesar 23,8% dibandingkan anak dengan berat lahir rendah. Usia anak yang lebih tua memiliki hubungan negatif dengan risiko stunting, di mana setiap kenaikan usia satu bulan menurunkan peluang stunting sebesar 1,2%. Pendidikan ibu yang lebih tinggi memberikan perlindungan signifikan terhadap risiko stunting, dengan setiap tambahan satu tahun pendidikan ibu menurunkan peluang stunting sebesar 7%. Selain itu, tempat melahirkan di fasilitas medis menurunkan risiko stunting dibandingkan tempat melahirkan non-medis. Tinggi badan ibu yang lebih tinggi juga berhubungan dengan penurunan risiko stunting anak, di mana setiap tambahan satu sentimeter tinggi ibu menurunkan peluang stunting sebesar 4,6%. Karakteristik rumah tangga menunjukkan bahwa kuintil pengeluaran yang lebih tinggi berasosiasi negatif dengan status stunting. Rumah tangga dengan kuintil pengeluaran tertinggi menurunkan peluang stunting anak sebesar 19,3% dibandingkan kuintil pengeluaran terendah. Temuan ini menegaskan pentingnya pendapatan rumah tangga dalam mendukung akses terhadap makanan bergizi, fasilitas kesehatan, dan sanitasi yang layak. Diskusi penelitian ini menyoroti kompleksitas pengaruh migrasi orang tua terhadap kesehatan anak. Meskipun migrasi dapat memberikan manfaat ekonomi melalui remitansi, ketidakhadiran fisik orang tua dapat berdampak negatif pada pola pengasuhan dan kesejahteraan psikologis anak. Dampak ini lebih terasa ketika salah satu orang tua, terutama ibu, meninggalkan rumah tangga. Faktor pendidikan ibu menjadi kunci penting dalam memitigasi risiko stunting melalui peningkatan kemampuan pengasuhan, penerapan praktik kesehatan yang baik, dan akses terhadap layanan kesehatan. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi anak dipengaruhi oleh migrasi orangtua dan interaksi berbagai faktor, karakteristik anak, pendidikan orang tua, dan kondisi ekonomi rumah tangga. Untuk mengurangi prevalensi stunting, diperlukan intervensi yang komprehensif, seperti peningkatan pendidikan ibu, akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai, serta peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga melalui program dukungan sosial dan pengembangan sumber daya manusia.