Myocardial Infarction (MI) merupakan suatu kondisi yang harus diidentifikasi
sebelum otot jantung mulai mengalami kematian dalam rentang 80-90 menit.
Berdasarkan pemeriksaan Electrocardiogram (ECG) MI terbagi menjadi dua
yaitu ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), dan Non ST-Segment
Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI). Saat ini diagnosis MI menggunakan
ECG 12-lead dan uji Troponin. Diagnosis ECG dan Troponin memiliki
keterbatasan yaitu memiliki nilai positif palsu pada kasus STEMI sampai dengan
42%, dan peningkatan kadar Troponin baru mencapai puncaknya setelah 12-24
jam. Mengacu pada latar belakang tersebut penelitian ini mengusulkan diagnosis
MI menggunakan phonocardiogram (PCG). PCG merupakan sinyal akustik yang
dihasilkan dari aktivitas mekanik jantung.
Penelitian telah melakukan akuisisi data sebanyak 72 subjek normal, 30 subjek
STEMI, dan 30 subjek NSTEMI menggunakan stetoskop Elektronik Litmann
3M Cardiology IV selama 30 detik pada setiap posisi auskultasi. Pra-proses
sinyal menggunakan bandpass filter dan segmentasi setiap siklus menggunakan
Shannon energy envelope. Tahapan berikutnya adalah ekstraksi sebanyak 61 fitur
waktu, frekuensi, frekuensi-waktu, dan statistik. Eliminasi fitur telah dilakukan
dengan threshold minimum variance dan korelasi menggunakan Pearson Distance
Correlation. Selanjutnya, diterapkan Mutual Information untuk memilih fitur-fitur
penting dan perangkingan menggunakan Select K-best. Sebanyak 18 fitur penting
telah terpilih untuk proses klasifikasi.
Penelitian ini telah menghasilkan metode deteksi pada sinyal normal, STEMI
dan NSTEMI menggunakan metode bagging, yaitu K-Nearest Neighbors (KNN),
Support Vector Machine (SVM), dan Random Forest (RF). Hasil klasifikasi
terbaik menggunakan RF dengan nilai akurasi sebesar 96%, presisi sebesar
95%, sensitivitas sebesar 95%, dan F1-score sebesar 95%. Deteksi MI juga
telah dilakukan berdasarkan posisi setiap auskultasi, pemilihan fitur dilakukan
secara manual dan klasifikasi menggunakan RF. Hasil kinerja sistem klasifikasi
mmeperoleh akurasi sebesar 86%, presisi sebesar 84%, sensitivitas sebesar 85%,
dan F1-score sebesar 84%. Selanjutnya, penelitian ini telah mengembangkan
metode untuk meningkatkan akurasi sistem deteksi MI pada setiap posisi auskultasi
menggunakan pemilihan fitur secara otomatis, parameter tuning, dan metode
boosting, yaitu AdaBoost dan Gradient boosting. Sistem deteksi ini telah
mengujicobakan data baru gabungan Indonesia-Jepang. Hasil akurasi tertinggi pada
posisi LUSB menggunakan metode AdaBoost sebesar 94%, dan metode Gardien
boosting sebesar 98%.
Selain sistem deteksi menggunakan sinyal PCG, penelitian ini telah menganalisis
hasil uji troponin. Penelitian ini menunjukkan bahwa delapan fitur sinyal PCG,
yaitu: autocorrelation, negative turning, mean absolute difference, zero cross,
interquartile range, minimum, entropy frequency, dan spectral distance memiliki
korelasi signifikan terhadap level troponin. Analisis Principal Component Analysis
(PCA) menghasilkan kontribusi total 87,5% pada seluruh posisi auskultasi dan
90,6% pada posisi LUSB, menunjukkan potensi fitur tersebut sebagai indikator
tambahan untuk diagnosis tingkat keparahan STEMI dan NSTEMI. Uji Mann-
Whitney U dan korelasi Spearman mendukung relevansi fitur ini dalam deteksi
kondisi kardiovaskular melalui sinyal PCG.
Penelitian ini dapat melakukan substitusi terhadap troponin dan ECG dengan
mengusulkan sebuah studi mengenai beberapa fitur pada sinyal PCG. Hasil ini
memberikan kontribusi pada pengembangan sistem deteksi MI sebagai metode
deteksi non-invasive menggunakan sinyal PCG. Meskipun, penelitian ini masih
terdapat missclassification pada beberapa data abnormal yang terklasifikasi sebagai
data normal.