digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transisi digitalisasi dalam manajemen ASN yang berlangsung di Badan Kepegawaian Negara sejak tahun 1999 hingga dengan pertengahan tahun 2024. Pendekatan Multilevel perspective (MLP) digunakan untuk menganalisis transisi sosio-teknis dalam digitalisasi manajemen ASN. Transisi ini melibatkan perubahan dalam konfigurasi keseluruhan, mencakup teknologi, kebijakan, infrastruktur, dan elemen lainnya, untuk menganalisis interaksi perkembangan digitalisasi manajemen ASN pada tiga tingkat analitis, yaitu lanskap, rezim sosio-teknis, dan niche. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa digitalisasi layanan manajemen ASN di BKN menunjukkan dinamika yang kompleks melalui tiga fase utama, pembangunan SIMKRI, SAPK dan SIASN. Pada tingkat lanskap, kemandirian teknologi, tuntutan reformasi birokrasi dan kemandirian ekonomi memberikan dorongan kuat untuk adopsi teknologi dalam pemerintahan. Tingkat rezim memperlihatkan regulasi dan institusi nasional yang terus berupaya beradaptasi dengan dorongan di tingkat lanskap. Sementara tingkat niche, menunjukkan peran aktor-aktor kunci dalam menginisiasi dan mengembangkan inovasi sistem baru dalam digitalisasi manajemen ASN. Proses ini menggambarkan difusi inovasi yang bertahap dan mengalami berbagai kendala dan resistensi terhadap perubahan dalam transisi menuju tata kelola manajemen ASN berbasis digital. Digitalisasi dalam pemerintahan tidak hanya bersifat teknis atau terbatas pada aspek teknologi, tetapi juga berkaitan dengan perubahan kebijakan. Beberapa literatur mengemukakan bahwa teknologi memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas. Namun, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena teknologi memiliki dampak yang luas terhadap organisasi sehingga pilihan teknologi digital tidak dapat dilepaskan dari konteks kebijakan yang berlaku. Ketika pemerintah mengganti kebijakan, perubahan tersebut sering kali diikuti oleh implementasi teknologi baru. Namun, berbeda dengan penggantian kebijakan yang hanya memerlukan revisi aturan, penerapan teknologi baru jauh lebih kompleks karena harus beradaptasi dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya. Teknologi yang sudah terpasang sering kali tidak kompatibel dengan teknologi baru, sehingga memunculkan permasalahan atau gesekan. Masalah ini dapat menghambat implementasi teknologi baru dan menimbulkan gesekan dalam sistem birokrasi. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan pergeseran paradigma birokrasi berdampak signifikan pada kebutuhan pada sistem manajemen ASN yang lebih adaptif dan berbasis teknologi untuk mendukung pengelolaan ASN. Perubahan dalam sistem informasi manajemen ASN menunjukkan bagaimana tekanan birokrasi yang didasarkan pada agenda pembangunan nasional telah menjadi faktor yang mendorong transisi digital di BKN. Setiap fase memperlihatkan hubungan erat antara agenda pemimpin negara dengan prioritas birokrasi dan pembangunan teknologi. Meskipun membawa transisi yang memberikan kemudahan dalam layanan manajemen ASN, digitalisasi masih bergantung pada penguatan infrastruktur, penyelarasan antar sistem, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan kebijakan yang mendukung keberlanjutan penerapan digital di Indonesia. Refleksi temuan penelitian ini memberikan kontribusi dalam pembangunan, yang menunjukkan bahwa transisi digital tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga pada pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) serta penciptaan struktur kerja yang mendukung adaptasi jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyelaraskan kebijakan pembangunan nasional dengan digitalisasi yang inklusif, adaptif, dan responsif, sementara BKN harus menyusun perencanaan holistik untuk pengembangan sistem, SDM, dan evaluasi guna mendukung digitalisasi manajemen ASN secara berkelanjutan.