digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Perubahan iklim memicu peningkatan frekuensi kejadian bencana yang juga berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi global, nasional, sub nasional dan bahkan masyarakat dunia. Perubahan iklim juga memberikan dampak pada pola penggunaan lahan saat ini dan yang akan datang, termasuk di dalamnya bagaimana pesatnya pembangunan yang semakin meningkatkan risiko emisi gas rumah kaca yang semakin memperburuk isu terkait iklim. Adaptasi perubahan iklim telah berkembang menjadi salah satu kebijakan yang semakin penting untuk dilaksanakan dan pemerintah memainkan peran penting untuk hal ini. Perubahan iklim merupakan kebijakan yang relatif baru dalam praktik kebijakannya. Di tingkat Nasional, Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas di Tahun 2014 menyusun Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) sebagai salah satu upaya adaptasi yang terintegrasi dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana upaya adaptasi di level lokal telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Penelitian ini mengambil Lokasi studi Pemerintah Kota Semarang dengan melihat upaya pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim pada berbagai dokumen perencanaan pembangunan dan spasial yang dimiliki. Pendekatan kualitatif yang digunakan di dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai konsep-konsep pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam tulisan ini akan melakukan kuantifikasi data terhadap sejumlah variabel dan indikator yang berkaitan dengan pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim. Dengan analisis konten, peneliti dapat mengidentifikasi upayaupaya pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim di dalam dokumen perencanaan pembangunan dan dokumen perencanaan spasial berdasarkan serangkaian indikator yang telah ditetapkan sebagai kerangka kerja evaluasi pengarusutamaan adaptasi kebijakan iklim. Penilaian tingkat pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim dilakukan dengan memberikan nilai sesuai dengan tingkat ketermuatan pada indikator-indikator untuk kemudian dilakukan perhitungan dan deskripsi statistik. Analisis depth score dan breadth score akan digunakan sebagai alat untuk mengetahui tingkat pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan tujuh dokumen perencanaan sebagai dokumen utama yang digunakan untuk menganalisis tingkat pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim.iv Berdasarkan hasil analisis breadth score dan depth score untuk variabel awareness menunjukkan nilai rata-rata 38.1% dan 51.02%. Nilai depth dan depth score yang sangat rendah ini menunjukkan upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak konkret dan cenderung mengabaikan isu adaptasi perubahan iklim. Nilai depth score dan breadth score variabel analysis menunjukkan nilai rata-rata 33.73% dan 40.48% yang mengindikasikan bahwa pemerintah tidak banyak melakukan kajiankajian terkait isu iklim, yang akan mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan ke depannya tidak banyak mengakomodir isu dan aksi adaptasi iklim. Sedangkan pada variabel action, nilai depth score dan breadth scorenya adalah 58.61% dan 73.63%. Nilai ini cukup baik untuk menggambarkan adanya beberapa program pembangunan yang mengarah kepada upaya adaptasi perubahan iklim. Selain melihat tingkat pengarusutamaan adaptasi, studi ini juga melihat sejauh mana program-program ini telah dilaksanakan. Dengan rata-rata anggaran belanja yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Semarang sejumlah 327 miliar selama lima tahun terakhir, menunjukkan 74% pekerjaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang telah mencapai target pada tahun 2022-2023, ini meningkat dari periode 2019-2021 yang hanya memperoleh tingkat ketercapaian program sebesar 59%. Studi ini juga berusaha membandingkan alokasi anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang terhadap kota lainnya di sekitar Pantai Utara Jawa, yakni Surabaya, Tegal, Pekalongan dan Cirebon. Meskipun secara nilai nominal anggaran di Kota Semarang menduduki peringkat kedua setelah Kota Surabaya, namun apabila dibandingkan dari sudut pandang proporsi anggaran terhadap PDRB, Total Belanja Daerah, dan anggaran per kapita, nilai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surabaya masih sangat kecil, yakni rata-rata berada di peringkat ke tiga dan ke empat dari lima kota sebelum Kota Cirebon. Kondisi ini juga diperburuk apabila dibandingkan dengan standar anggaran adaptasi perubahan iklim yang diterbitkan oleh United Nation Environment Programme, di mana baik secara anggaran per kapita ataupun perbandingannya dengan nilai PDRB, anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Semarang juga masih sangat jauh di bawah rata-rata negara di Asia Pasifik. Dengan adanya temuan-temuan ini, cukup dapat memberikan Gambaran bagaimana performa aksi adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang, dan pemerintah daerah kabupaten/kota secara umumnya. Hasil analisis penelitian ini nantinya dapat menjadi masukan kepada Pemerintah baik di level nasional ataupun di daerah dalam upaya melakukan pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim agar perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial yang disusun selain dapat mewujudkan pertumbuhan wilayah juga dapat mensukseskan target-target nasional dan global dalam menekan risiko perubahan iklim.