








Perubahan iklim memicu peningkatan frekuensi kejadian bencana yang juga
berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi global, nasional, sub nasional dan
bahkan masyarakat dunia. Perubahan iklim juga memberikan dampak pada pola
penggunaan lahan saat ini dan yang akan datang, termasuk di dalamnya bagaimana
pesatnya pembangunan yang semakin meningkatkan risiko emisi gas rumah kaca
yang semakin memperburuk isu terkait iklim. Adaptasi perubahan iklim telah
berkembang menjadi salah satu kebijakan yang semakin penting untuk
dilaksanakan dan pemerintah memainkan peran penting untuk hal ini. Perubahan
iklim merupakan kebijakan yang relatif baru dalam praktik kebijakannya. Di tingkat
Nasional, Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional atau Bappenas di Tahun 2014 menyusun Rencana Aksi
Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) sebagai salah satu upaya adaptasi
yang terintegrasi dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan
dan adaptif terhadap perubahan iklim. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi
sejauh mana upaya adaptasi di level lokal telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Penelitian ini mengambil Lokasi studi Pemerintah Kota Semarang dengan melihat
upaya pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim pada berbagai dokumen
perencanaan pembangunan dan spasial yang dimiliki. Pendekatan kualitatif yang
digunakan di dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
konsep-konsep pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim. Pendekatan kualitatif
yang digunakan dalam tulisan ini akan melakukan kuantifikasi data terhadap
sejumlah variabel dan indikator yang berkaitan dengan pengarusutamaan adaptasi
perubahan iklim. Dengan analisis konten, peneliti dapat mengidentifikasi upayaupaya pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim di dalam dokumen perencanaan
pembangunan dan dokumen perencanaan spasial berdasarkan serangkaian indikator
yang telah ditetapkan sebagai kerangka kerja evaluasi pengarusutamaan adaptasi
kebijakan iklim. Penilaian tingkat pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim
dilakukan dengan memberikan nilai sesuai dengan tingkat ketermuatan pada
indikator-indikator untuk kemudian dilakukan perhitungan dan deskripsi statistik.
Analisis depth score dan breadth score akan digunakan sebagai alat untuk
mengetahui tingkat pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim. Penelitian ini
menggunakan tujuh dokumen perencanaan sebagai dokumen utama yang
digunakan untuk menganalisis tingkat pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim.iv
Berdasarkan hasil analisis breadth score dan depth score untuk variabel awareness
menunjukkan nilai rata-rata 38.1% dan 51.02%. Nilai depth dan depth score yang
sangat rendah ini menunjukkan upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak
konkret dan cenderung mengabaikan isu adaptasi perubahan iklim. Nilai depth
score dan breadth score variabel analysis menunjukkan nilai rata-rata 33.73% dan
40.48% yang mengindikasikan bahwa pemerintah tidak banyak melakukan kajiankajian terkait isu iklim, yang akan mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan ke depannya tidak banyak mengakomodir isu dan aksi adaptasi iklim.
Sedangkan pada variabel action, nilai depth score dan breadth scorenya adalah
58.61% dan 73.63%. Nilai ini cukup baik untuk menggambarkan adanya beberapa
program pembangunan yang mengarah kepada upaya adaptasi perubahan iklim.
Selain melihat tingkat pengarusutamaan adaptasi, studi ini juga melihat sejauh
mana program-program ini telah dilaksanakan. Dengan rata-rata anggaran belanja
yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Semarang sejumlah 327 miliar selama
lima tahun terakhir, menunjukkan 74% pekerjaan yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Semarang telah mencapai target pada tahun 2022-2023, ini meningkat dari
periode 2019-2021 yang hanya memperoleh tingkat ketercapaian program sebesar
59%. Studi ini juga berusaha membandingkan alokasi anggaran yang diberikan oleh
Pemerintah Kota Semarang terhadap kota lainnya di sekitar Pantai Utara Jawa,
yakni Surabaya, Tegal, Pekalongan dan Cirebon. Meskipun secara nilai nominal
anggaran di Kota Semarang menduduki peringkat kedua setelah Kota Surabaya,
namun apabila dibandingkan dari sudut pandang proporsi anggaran terhadap
PDRB, Total Belanja Daerah, dan anggaran per kapita, nilai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Surabaya masih sangat kecil, yakni rata-rata berada di peringkat
ke tiga dan ke empat dari lima kota sebelum Kota Cirebon. Kondisi ini juga
diperburuk apabila dibandingkan dengan standar anggaran adaptasi perubahan
iklim yang diterbitkan oleh United Nation Environment Programme, di mana baik
secara anggaran per kapita ataupun perbandingannya dengan nilai PDRB, anggaran
yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Semarang juga masih sangat jauh di bawah
rata-rata negara di Asia Pasifik. Dengan adanya temuan-temuan ini, cukup dapat
memberikan Gambaran bagaimana performa aksi adaptasi perubahan iklim yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
secara umumnya. Hasil analisis penelitian ini nantinya dapat menjadi masukan
kepada Pemerintah baik di level nasional ataupun di daerah dalam upaya melakukan
pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim agar perencanaan pembangunan dan
perencanaan spasial yang disusun selain dapat mewujudkan pertumbuhan wilayah
juga dapat mensukseskan target-target nasional dan global dalam menekan risiko
perubahan iklim.