digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang hampir 90% tersusun endapan aluvium dengan ketinggian antara 0-25 m dari permukaan laut dan bagian barat seluruhnya berbatasan langsung dengan laut. Kondisi ini menjadikan Kota Makassar sangat rentan terhadap pengaruh dinamika laut dan perubahan garis pantai, terutama erosi yang kemudian menjadi ancaman yang cukup serius bagi infrastruktur dan kelangsungan hidup sekitar 1,5 juta penduduk yang bermukim disana. Penelitian ini bermaksud menganalisis perubahan permukaan laut yang berpotensi menyebabkan bencana di pesisir Kota Makassar dengan mendeteksi perubahan suhu permukaan laut secara temporal, menganalisis konsekuensi yang disebabkan oleh perubahan suhu permukaan laut, mendeteksi perubahan garis pantai (coastline) secara temporal, dan menganalisis perubahan suhu permukaan laut terhadap garis pantai dari perspektif geologi. Penelitian ini memanfaatkan teknologi indraja dengan menggunakan data SST (Sea Surface Temperature) dari Aqua MODIS, Landsat 7 ETM+, dan Landsat 8 OLI/TIRS. Verifikasi suhu laut insitu dilakukan menggunakan alat CTD (Conductivity, Temperature, Depth) Hidrographic sementara verifikasi garis pantai dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Pengolahan citra dilakukan dengan metode ekstraksi SST untuk menganalisis suhu laut dan metode rasio saluran berupa NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan MNDWI (Modified Normalized Difference Water Index) untuk analisis garis pantai. Berdasarkan analisis data suhu laut, diperoleh nilai suhu maksimum tahun 2004 hingga tahun 2024 mengalami peningkatan dari 28.84°C menjadi 30.69°C, dengan suhu tertinggi terjadi pada tahun 2024. Suhu laut yang terus meningkat menunjukkan hubungan yang linear dengan peningkatan muka air laut sehingga diperoleh bahwa kenaikan muka air laut yang terjadi di daerah penelitian berhubungan erat dengan peningkatan suhu laut yang signifikan. Perubahan garis pantai yang terjadi sejak tahun 2003 hingga 2024 juga mengonfirmasi bahwa pengendapan pantai terjadi seluas 3,47 hektar dan erosi pantai sebesar 32,89 hektar. Faktor geologi yang berperan terhadap pengendapan pantai adalah sedimentasi yang berasal dari material sedimen yang terbawa arus sungai Jeneberang dan sungai-sungai kecil lainnya, sementara erosi pantai disebabkan oleh gerusan ombak terhadap material sedimen pantai tersusun atas endapan aluvium.