






Penelitian ini menganalisis tantangan yang dihadapi oleh lembaga keuangan global, khususnya PT Bank Tiongkok & London Indonesia (BTLI), dalam menangani skenario exit-client yang terkait dengan dugaan aktivitas kejahatan keuangan. Seiring dengan semakin kompleksnya kejahatan keuangan dan semakin ketatnya regulasi, BTLI harus menjaga keseimbangan antara kewajiban untuk melindungi reputasinya dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Penelitian ini mengembangkan kerangka kerja pengambilan keputusan yang terstruktur dengan menggunakan model Composite Risk Scoring (CRS) dan strategi negosiasi yang disesuaikan untuk pengambilan keputusan pemutusan hubungan dengan nasabah sesuai dengan risiko yang melekat pada setiap kasus. Metodologi CRS terdiri dari empat faktor risiko utama - risiko keuangan, reputasi, kepatuhan, dan hukum - untuk memberikan keputusan yang obyektif terhadap setiap situasi. Dengan menggabungkan penilaian probabilitas, maka matriks risiko yang dibuat dapat memungkinkan BTLI untuk memprioritaskan kasus-kasus secara efisien. Studi ini mengusulkan teknik negosiasi yang sesuai dengan profil risiko yang diklasifikasikan sebagai pendekatan akomodatif, kolaboratif, bersaing, dan menghindari, sebagai tambahan dari CRS. Metodologi kualitatif dan kuantitatif digunakan, meliputi wawancara, diskusi kelompok terarah, dan studi data kasus historis. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan CRS meningkatkan objektivitas pengambilan keputusan dan mengurangi durasi penyelesaian, sehingga memastikan kepatuhan terhadap persyaratan peraturan, termasuk POJK No. 8/2023 di Indonesia. Penelitian ini menekankan pentingnya manajemen risiko yang proaktif dan menawarkan solusi praktis, seperti memasukkan CRS ke dalam kerangka kerja pengambilan keputusan BTLI, mendorong kerja sama antar departemen, dan meningkatkan komunikasi dengan nasabah untuk memitigasi masalah risiko reputasi.