










Otonomi daerah (regional autonomy) memberikan peluang besar besar bagi daerah
memiliki hak otonom melalui kewenangan desentralisasi untuk mengurus
daerahnya, yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 yang diperbarui menjadi UU
No. 9 tahun 2015, tentang pemerintah daerah, juga menjadi landasan konstitusi
mengenai pemekaran wilayah/daerah otonomi baru (DOB). Keinginan untuk
melakukan pemekaran, yang dilatarbelakangi karena terjadinya ketimpangan
wilayah sehingga terjadinya disparitas pembangunan, aksesibilitas, dan pelayanan
public belum menyeluruh. Secara empiris beberapa wilayah hasil pemekaran justru
mengalami ketergantungan fiskal (dependence) dari pusat, insentif yang besar ke
daerah tidak berbanding lurus dengan pembangunan lokal (local development).
Namun disamping itu, masih ada wilayah yang berhasil dimekarkan dan bahkan
berhasil dengan tumbuhnya iklim pertumbuhan ekonomi yang baik. Hal ini perlu
dilihat pada koalisi aktor-aktor yang terlibat melakukan proses advokasi sehingga
membentuk agenda kebijakan yang mendorong pentingnya beberapa wilayah yang
potensial untuk mekar menjadi daerah otonomi baru (DOB).
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis dan memetakan jaringan koalisi
aktor dalam proses advokasi pembentukan daerah otonomi baru (DOB)
Pangandaran. Konsep teori yang di challenge adalah local development, actors
theory, Multiple Streams Framework, dalam menguraikan fenomena pemekaran
wilayah baik sebelum dan sesudah pemekaran. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mix-sekuensial eksploratory dominan kualitatif, yakni
melakukan eksplorasi data kualitatif dan analisis, kemudian menggunakan temuan
pada fase kedua kuantitatif.
Hasil analisis menunjukan bahwa koalisi aktor dalam proses advokasi pembentukan
daerah otonomi baru (DOB) Pangandaran, pada tahap sebelum pemekaran aktor
Presidium menjadi aktor dominan melalui pelibatan partai politik sebagai
penghubung kepada elit lokal-nasional, sedangkan setelah pemekaran aktor
Presidium tidak menjadi aktor yang dominan. Adapun kontribusi penelitian pada
teori perencanaan prosedural menemukan teori ”evolusi aktor” dalam fenomena
pemekaran wilayah dan tipe kerjasama dari koalisi menjadi kolaborasi dalam
daerah otonomi baru (DOB) sebagai daerah hasil pemekaran yang berdampak padaii
pembangunan lokal. Selain itu kerangka Multiple Streams Framework (MSF)
sebagai model kebijakan publik yang dikembangkan oleh John Kingdon (2003),
yang menjelaskan tiga aliran (masalah, kebijakan, dan politik), dalam penelitian
pemekaran wilayah terjadi evolusi aktor yang berada pada aliran kebijakan
bertransformasi menjadi aliran politik, hal ini berarti bahwa keberadaan aktor
dalam aliran MSF tidak statis melainkan dinamis, dapat mengalami pergeseran atau
perubahan tergantung pada situasi tertentu, dan faktor pendorong perubahan aliran.
Evolusi koalisi aktor terjadi atas dasar untuk meningkatkan efektivitas proses
advokasi yang dilakukan dalam menanggapi dinamika kebijakan, dan
memanfaatkan peluang politik, dengan beberapa dorongan atau motivasi
diantaranya, kebutuhan untuk merespons perubahan regulasi, memperluas peran
dalam sistem, dan membangun pengaruh melalui koalisi. Proses evolusi koalisi
aktor melalui integrasi Multiple Streams Framework (MSF) dan Advocacy
Coalition Framework (ACF) diantaranya: Tahap 1: Identifikasi masalah dan
pembentukan Koalisi; Tahap 2: Penyusunan solusi dan penguatan koalisi; Tahap 3:
Momentum politik dan ekspansi koalisi; dan Tahap 4: Jendela kebijakan dan
keputusan kebijakan. Sedangkan Tahap 5: transformasi atau disintegrasi koalisi
terjadi pasca menjadi daerah otonomi baru (DOB).
Selain itu hasil penelitian menemukan tipologi pembangunan lokal daerah otonomi
baru Pangandaran adalah Pembangunan Wisata Pesisir dan Laut (Coastal and
Marine Tourism Development). Konsep pembangunan ini dilakukan dengan
memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut, maka pembangunan lokal kabupaten
Pangandaran berbasis pariwisata mencerminkan berbagai strategi yang dapat
disesuaikan dengan potensi sumber daya pesisir dan laut yang dimiliki untuk
meningkatkan iklim pertumbuhan lokal yang baik.