digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Peningkatan emisi gas rumah kaca global telah mendorong upaya mitigasi melalui Paris Agreement, yang diikuti oleh komitmen Indonesia dalam Nationally Determined Contributions (NDC) untuk menurunkan emisi karbon. Dalam transisi menuju energi baru terbarukan (EBT), gas turbin tetap memainkan peran penting sebagai sumber energi yang andal menghadapi intermittensi pembangkit EBT. Oleh karena itu, dekarbonisasi pembangkit gas turbin menjadi agenda penting, dengan salah satu solusinya adalah co-firing hidrogen sebagai bahan bakar rendah karbon. Penelitian ini memodelkan dan mensimulasikan pembakaran co-firing hidrogen dan gas alam pada turbin gas M701F4 PLTGU Tanjung Priok dengan variasi 7-20% dalam fraksi massa, menggunakan model ruang bakar dengan deviasi geometri 0,3 mm berdasarkan data pemindaian point cloud 3D. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penambahan massa hidrogen dalam bahan bakar meningkatkan Turbine Inlet Temperature (T1T) hingga mencapai 1.583,53°C, serta memicu pembentukan hot spot di area combustor swirler dan meningkatkan kecepatan aliran hingga >4%. Peningkatan ini juga memperbesar entalpi pembakaran, yang secara teoritis menaikkan daya keluaran dari 261,69 MW pada 100% gas alam menjadi 350,76 MW pada campuran 20% massa hidrogen. Penambahan hidrogen secara efektif mengurangi emisi karbon dioksida (CO?) dari 4,25% menjadi 3,25%, tetapi menyebabkan kenaikan emisi nitrogen oksida (NOx) dari 233,98 ppm menjadi 385,17 ppm. Selain itu, secara ekonomi, penggunaan hidrogen meningkatkan beban komponen C hingga ±1,72 kali dibandingkan 100% gas alam. Namun, pemanfaatan nilai perdagangan karbon mampu menurunkan beban tersebut menjadi 1,63 kali. Temuan ini menunjukkan bahwa hidrogen memiliki potensi besar untuk mendukung dekarbonisasi pembangkit gas turbin, meskipun tantangan teknis, seperti peningkatan emisi NOx, serta evaluasi ekonomi perlu dioptimalkan untuk implementasi praktis.