digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Muhaji Sahnita Putri
PUBLIC Open In Flip Book Rita Nurainni, S.I.Pus

Hujan es merupakan salah satu salah satu fenomena cuaca ekstrem yang sering terjadi di Indonesia, dengan 215 kejadian tercatat dari tahun 2010 hingga 2023. Fenomena ini menyebabkan kerusakan pada pertanian dan properti, yang menyebabkan kerugian ekonomi dan cedera. Prediksi terjadinya fenomena hujan es menjadi tantangan saat ini termasuk dalam hal memprediksi kejadian hujan es karena keterbatasan pengamatan dan metode deteksi. Peningkatan prediksi cuaca terus dilakukan salah satunya dengan cara mengombinasikan data observasi dengan hasil prediksi jangka pendek sebelumnya. Perbaikan model dengan asimilasi reflektivitas dan kecepatan radial radar dapat meningkatkan initial condition uap air dan kecepatan angin yang berpotensi memengaruhi pembentukan awan konvektif hingga terjadinya hujan. Penelitian ini menggunakan model prediksi cuaca numerik regional Weather Research and Forecasting Data Assimilation (WRFDA) dengan metode 3DVar. Data asimilasi yang digunakan adalah data reflektivitas dan kecepatan radial dari Radar Cuaca C-Band milik BMKG di Surabaya dan Medan. Hujan es di Surabaya diinjuksi oleh faktor skala besar (large scale), sedangkan hujan es di Medan oleh faktor lokal. Secara kesuluruhan penelitian ini dapat membuktikan bahwa asimilasi data radar lebih baik daripada tanpa asimilasi. Namun, terdapat sensitivitas dalam proses asimilasi data radar, bahwa di Surabaya hasil terbaik didapatkan ketika hanya mengasimilasi data radar reflektivitas saja, sedangkan di Medan dengan mengasimilasi data reflektivitas dan kecepatan radial. Hasil terbaik ketika dihitung dari FSS diperoleh oleh eksperimen Surabaya yang diinjuksi oleh faktor skala besar. Nilai FSS ketika diasimilasi dengan data radar mencapai 0.7, sedangkan nilai FSS terburuk ketika tanpa asimilasi dengan nilai hanya 0.1. Distribusi nilai MESH kasus hujan es Surabaya maupun Medan memiliki ketepatan spasial dari area hujan es yang terjadi ketika menggunakan asimilasi data radar dibandingkan tanpa asimilasi. Secara spesifik eksperimen asimilasi data radar hujan es di Surabaya mampu menghitung MESH mencapai 10 mm dengan MESH observasi berkisar >10 mm.