ABSTRAK Andi Malik Hakim
PUBLIC Latifa Noor PUSTAKA Andi Malik Hakim
PUBLIC Latifa Noor
BAB1 Andi Malik Hakim
EMBARGO  2026-09-01 
EMBARGO  2026-09-01 
BAB2 Andi Malik Hakim
EMBARGO  2026-09-01 
EMBARGO  2026-09-01 
BAB3 Andi Malik Hakim
EMBARGO  2026-09-01 
EMBARGO  2026-09-01 
BAB4 Andi Malik Hakim
EMBARGO  2026-09-01 
EMBARGO  2026-09-01 
BAB5 Andi Malik Hakim
EMBARGO  2026-09-01 
EMBARGO  2026-09-01 
COVER Andi Malik Hakim
EMBARGO  2026-09-05 
EMBARGO  2026-09-05 
Cryptocarya merupakan genus tumbuhan dari famili Lauraceae yang memiliki
350 spesies. Tumbuhan ini tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan
Papua, serta dikenal dengan nama lokal yaitu “medang atau huru”. Genus ini telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp pada industri kertas (C. ferrea), serta dalam
pengobatan tradisional seperti obat nyeri otot, nyeri sendi dan demam (C. massoy), obat
infeksi karena jamur dan bakteri (C. alba) serta obat sakit kepala, mual (C. latifolia).
Kajian fitokimia genus Cryptocarya melaporkan adanya kandungan flavonoid, piron dan
alkaloid sebagai metabolit sekunder utama. Adapun metabolit sekunder lainnya yaitu fenil
propanoid, lignan, stilbenoid, terpenoid, dan steroid. Isolasi senyawa pada spesies ini
dilakukan pada berbagai jaringan, di antaranya kulit batang, kayu batang, akar, buah, dan
daun. Ekstrak yang diisolasi dari genus Cryptocarya memiliki beragam aktivitas
di antaranya antikanker, antijamur, insektisida, dan penghambatan kolinesterase
(Alzheimer). Salah satu spesies Cryptocarya yang tumbuh di Indonesia, yaitu
C. pulchrinervia. Kajian mengenai metabolit sekunder pada daun C. pulchrinervia
melaporkan adanya sejumlah senyawa turunan piron yaitu (S)-rugulakton,
pulchrinervialakton A dan B, dan kriptobrakiton C. Selain itu, diperoleh pula turunan
amida seperti N-trans-feruloil triptamin, N-trans-feruloil-3-metoksi tiramin, dan N-transferuloil tiramin. Beberapa senyawa turunan piron yang diperoleh dari tumbuhan ini secara
signifikan menghambat pertumbuhan sel murin leukemia P-388. Walaupun demikian,
penelitian pada jaringan lainnya belum dilakukan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini
yaitu melakukan isolasi metabolit sekunder dari kayu batang C. pulchrinervia dan uji
aktivitas sitotoksik terhadap sel murin leukemia P-388 pada senyawa hasil isolasi. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstraksi (maserasi) menggunakan pelarut
aseton, fraksinasi ekstrak, serta pemurnian menggunakan berbagai metoda kromatografi
meliputi kromatografi cair vakum (KCV) dan kromatografi kolom gravitasi (KKG).
Penentuan struktur senyawa hasil isolasi dilakukan berdasarkan data spektroskopi
1D-NMR (
H-NMR dan 13C-NMR) dan 2D-NMR (HSQC dan HMBC). Ekstrak aseton
dan senyawa hasil isolasi diuji aktivitas sitotoksiknya terhadap sel murin leukemia P-388
ii
mengikuti metode MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-1-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida) assay.
Aktivitas sitotoksiknya dinyatakan dalam Inhibitory Concentration (IC50). Pada penelitian
ini, lima metabolit sekunder telah berhasil diisolasi, dan empat senyawa telah
diidentifikasi sebagai siringaldehid (7,0 mg), koniferaldehid (6,5 mg), sinapaldehida
(11,6 mg), dan b-sitosterol (59,9 mg). Adapun nilai IC50 untuk ekstrak aseton kayu batang
C. pulchrinervia yaitu 57,9 µg/mL). Sementara, nilai IC50 untuk senyawa hasil isolasi,
meliputi siringaldehid, koniferaldehid, sinapaldehid, dan b-sitosterol, berturut-turut
adalah 28,1 µg/mL, 26,5 µg/mL, 24,0 µg/mL, dan 5,9 µg/mL. Berdasarkan hasil tersebut,
senyawa b-sitosterol dikategorikan memiliki inhibisi moderat, sedangkan ekstrak aseton,
siringaldehid, koniferaldehid, dan sinapaldehid, dikategorikan tidak aktif.