Perpustakaan Digital ITB

Tato Mentawai (titi) merupakan warisan budaya suku Mentawai yang berperan sebagai identitas sosial dalam bermasyarakat. Keberadaan titi mulai pudar sejak adanya larangan menganut kepercayaan lokal arat sabulungan pada tahun 1954. Masyarakat diminta memilih satu agama, yakni Islam atau Kristen protestan mengacu pada “Rapat Tiga Agama” yang diselenggarakan saat itu dan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan adat sebelumnya, termasuk menggunakan tato. Seiring berkembangnya waktu, kini keberadaan titi mulai muncul kembali di tengah masyarakat melalui beberapa sipatiti yang diliput oleh media. Akan tetapi, tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui titi sebagai warisan asli budaya Mentawai yang dahulu memiliki sejarah memilukan. Keberadaan titi Mentawaisaat ini belum sepenuhnya pulih dan dapat terus dilestarikan oleh masyarakat. Jika dibiarkan tanpa adanya pembaruan, maka titi Mentawai dapat kembali pada sejarah kelamnya. Motif titi sebagai bagian dari warisan budaya suku Mentawai dapat dikembangkan dalam bidang tekstil melalui teknik dan produk fesyen. Pelestarian motif titi Mentawai dapat diterapkan menggunakan teknik batik tulis pada selembar kain dengan metode perancangan adaptasi visual. Adaptasi visual merupakan salah satu metode yang biasa diterapkan pada produk tekstil dengan inspirasi motif terdahulu. Motif titi yang didapat dari data penelitian sebelumnya diterapkan dengan metode perancangan adaptasi visual yang disesuaikan pada pola dan kebutuhan desain fesyen. Eksplorasi motif titi pada produk fesyen juga diaplikasikan menggunakan warna berbeda, yakni hitam-putih dan hitam-merah. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa pengaplikasian motif titi Mentawai dengan teknik batik tulis pada produk fesyen dapat dijadikan sebagai media alternatif pelestarian budaya suku Mentawai. Pengaplikasian warna hitam-putih pada kain terlihat lebih jelas dibandingkan dengan warna hitam-merah yang terlihat serupa antara motif dan warna dasar.