digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nunik Utari Nurwulandari
PUBLIC yana mulyana

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten dan keterbatasan aliran udara serta dipengaruhi oleh perkembangan fungsi paru yang abnormal. Dari empat negara di Asia, pasien PPOK di Indonesia memiliki karakteristik klinis yang buruk dengan nilai fungsi paru terburuk, nilai gejala PPOK terburuk kedua, angka eksaserbasi per tahun tertinggi dan pengguna regimen obat untuk PPOK dengan tingkat keparahan akhir tertinggi. Hal tersebut menunjukkan rendahnya keberhasilan terapi pada pasien PPOK di Indonesia. Beberapa faktor dan karakteristik pasien mempengaruhi outcome klinis sebagai penentu keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor yang berpengaruh dan seberapa besar pengaruhnya terhadap keberhasilan terapi pasien PPOK melalui korelasi antara faktor dan karakteristik pasien dengan outcome klinis. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif-observasional dengan rancangan cross sectional yang melibatkan 74 subjek penelitian. Penentuan minimal subjek penelitian menggunakan Raosoft Sample Size Calculator. Subjek pada penelitian ini diperoleh melalui purposive sampling dengan melibatkan pasien PPOK di poli paru rawat jalan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi yaitu dalam keadaan PPOK stabil, minimal diagnosis PPOK 1 tahun, memiliki rekam medis yang dapat diakses dan setuju dengan inform concent serta mengisi kuesioner dengan lengkap. Kuesioner yang digunakan pada penelitian telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan nilai p value<0,05 dan Cronbach alpha ?0,6. Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif melalui observasi dan wawancara dengan pengisian formulir dan kuesioner dilengkapi dengan data sekunder berupa data rekam medis. Analisis data dilakukan secara kuantitatif terhadap variabel bebas dan variabel terikat dengan analisis statistik univariat melalui uji deskriptif, sedangkan analisis bivariat dan multivariat melalui uji korelasi dan regresi logistik menggunakan aplikasi Minitab. Variabel bebas pada penelitian ini berupa data demografi pasien, riwayat pajanan, riwayat konusmsi alkohol, NAPZA dan Drug Induced Interstitial Lung Disease (DIILD), riwayat merokok, komorbiditas dan riwayat penyakit, profil pengobatan pasien serta kepatuhan pengobatan (Medical Adherence Rating Scale-5/MARS-5) dan ketepatan penggunaan inhaler. Sedangkan variabel terikat berupa outcome klinis ii yaitu nilai COPD Assessment Test (CAT), nilai modified Medical Research Council Dyspnea Scale (mMRC), frekuensi eksaserbasi per tahun, keparahan elsaserbasi, riwayat hospitalisasi per tahun dan keparahan PPOK saat ini dengan Grade ABCD. Hasil penelitian menunjukkan komorbiditas tumor/kanker merupakan faktor yang paling mempengaruhi perburukan nilai CAT (p=0,049, OR=10,89, 95%CI=1,01- 117,23). Penggunaan obat ICS/LABA paling mempengaruhi secara signifikan terhadap perbaikan nilai mMRC (p=0,024 OR=0,26, 95%CI=0,08-0,84). Riwayat penyakit TBC paling mempengaruhi peningkatan keparahan eksaserbasi (p=0,045, OR=7,25, 95%CI=1,05-50,23), sedangkan usia mulai merokok lebih dari 20 tahun paling mempengaruhi penurunan keparahan eksaserbasi (OR=0,03, 95%CI=0,002- 0,61, p=0,022). Riwayat penggunaan alkohol (OR=7,26 dan 167,56, p=0,014 dan 0,004) dan komorbid pneumonia (OR=28,14 dan 44,25, p=0,035 dan 0,014) paling mempengaruhi peningkatkan frekuensi eksaserbasi dan hospitalisasi per tahun. Sedamgkan tatus ekonomi Sedang mempengaruhi penurunan hospitalisasi per tahun (OR=0,06, 95%CI=0,00-0,91, p=0,043). Parahnya diagnosis PPOK dan riwayat konsumsi alkohol mempengaruhi penurunan keparahan PPOK saat ini (Grade ABCD) (OR=0,12 dan 0,24, p=0,039-0,009). Faktor-faktor yang paling mempengaruhi outcome klinis tersebut perlu diperhatikan terkait tercapainya keberhasilan terapi pasien PPOK yang dapat menentukan pemilihan obat maupun penambahan terapi lainnya. Penelitian ini memiliki limitasi terkait keterbatasan jumlah subjek dan kondisi Covid-19 yang tidak memungkinkan pengukuran spirometri sebagai salah satu outcome klinis, sehingga penelitian secara multisenter dan pemeriksaan VEP1 disarankan pada penelitian selanjutnya.