COVER Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza BAB 1 Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza BAB 2 Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza BAB 3 Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza BAB 4 Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza BAB 5 Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza PUSTAKA Wieke Widowati
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza
Hampir semua negara, termasuk Indonesia, menggunakan digitalisasi sebagai
akselerator pertumbuhan ekonomi. Saat ini, peningkatan 21 juta pengguna digital
sejak pandemi COVID-19 mulai memicu akselerasi ekonomi digital tanah air. Pada
tahun 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka yang
signifikan, yaitu sebesar USD 70 miliar atau meningkat 49% sejak tahun 2020. Tren
pertumbuhan ekonomi digital, akses data center dan bandwith internasional yang
luas menjadi perangkat pendukung komputasi, penyimpanan data, keamanan data,
dan jaringan yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam bisnis industri. Indonesia
Network (Innet) menyediakan produk data center di lebih dari satu anak
perusahaan. Ada tiga anak perusahaan yang menjalankan portofolio ini yaitu Beta
Sadaya (BTS), Debian dan Mobile Cell. Beta Sadaya (BTS) dengan brand name
baru sebagai Digital Ecosystem (DE) memiliki tanggung jawab untuk mengelola
seluruh data center di Indonesia Network yaitu Neutral Cloud dan Internet
Exchange (Neucloud), data center milik DE di Serpong, Sentul dan Surabaya (3S)
dan Hyperscale Pusat Data (HDC) di Cikarang. Selain itu, Debian mengelola pusat
data di Singapura, Hongkong dan Timor Leste, sedangkan Mobile Cell mengelola
pusat data miliknya untuk memenuhi penggunaan internal pusat data untuk
mendukung infrastruktur seluler. Dengan memiliki portofolio bisnis yang sama,
Debian dan DE tidak memenuhi pendapatan optimal yang telah ditargetkan.
Kondisi ini diikuti dengan strategi bisnis yang tidak selaras di Innet Group. Alasan
lain yang berkontribusi pada hasil ini adalah kurangnya pengalaman Manajer Akun
tentang bagaimana memasarkan DC dengan cara yang baik kepada pelanggan,
masalah strategi Go To Market (GTM) antara Enterprise atau Wholesale, dan juga
birokrasi yang panjang untuk memasuki area DC memberikan kontribusi kinerja
yang kurang dari target pendapatan.
Mempertimbangkan Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan pusat
data industri Indonesia, maka Digital Ecosystem (DE) sebagai perusahaan
konsolidasi Innet perlu fokus pada bagaimana mengembangkan strategi digital
yang hebat sebagai dasar solusi digitalisasi. DE perlu memiliki unique value
proposition yang berhubungan dengan teknologi digital sebagai bagian dari strategi
untuk menjadi perusahaan yang berbeda dari kompetitor. Penelitian ini
menggunakan wawancara mendalam sebagai metodologi penelitian kualitatif,
v
untuk mendapatkan informasi yang komprehensif. Setelah informasi dikumpulkan,
Penulis menganalisis melalui PESTEL untuk analisis lingkungan makro, SWOT
untuk analisis lingkungan mikro dan berdasarkan analisis TOWS tersebut, usulan
strategi digital baru berdasarkan QSPM dan Business Model Canvas dibuat.
Terdapat empat strategi digital yang diusulkan yaitu Fokus proposisi nilai pusat
data sebagai ekosistem digital, Berkolaborasi dengan mitra strategis untuk
meningkatkan kapabilitas, kapasitas dan daya tarik pelanggan, Membangun
konektivitas ekosistem pusat data yang reliable, dan Meningkatkan daya saing
global. Di antara strategi-strategi tersebut, Digital Ecosystem harus
memprioritaskan untuk mendapatkan hasil optimal dalam meningkatkan
pendapatan. Untuk efektivitas Capital Expenditure (Capex), Digital Ecosystem
harus menekankan implementasi pusat data Hyperscale untuk mendapatkan lebih
banyak daya tarik pelanggan. Mengingat konektivitas adalah variabel kekuatan
yang paling kuat untuk Digital Ecosystem, maka diperlukan kolaborasi yang solid
di Innet Group.
Dengan memiliki latar belakang bisnis pada voice dan konektivitas, pusat data akan
menjadi aliran bisnis utama baru untuk membuka potensi aset untuk memperoleh
kinerja tinggi dan untuk meningkatkan valuasi dan multiple EBITDA.