digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 1 Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 2 Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 3 Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 4 Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 5 Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

PUSTAKA Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

LAMPIRAN Ahmad Utsman Siddiq
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Perkembangan tutupan lahan di Kabupaten Subang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan akan kebutuhan lahan terbangun akibat pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi dan industrialisasi yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kualitas dari lingkungan hidup. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti perkembangan tutupan lahan di Kabupaten Subang pada tahun 2031 berdasarkan perhitungan kuantitatif dari metric Bentuk Perkotaan dan pemodelan perkembangan tutupan lahan berdasarkan faktor-faktor yang telah ditetapkan dan dihitung bobotnya menggunakan metode AHP. Faktor-faktor yang diidentifikasi berpengaruh dalam perkembangan tutupan lahan di Kabupaten Subang adalah faktor jarak dari: Jalan Tol, Arteri, Kolektor, Pelabuhan Patimban, Lahan Terbangun, Industri Besar, Pusat Kegiatan, Badan Air, dan Kelerengan. Berdasarkan perhitungan bobot faktor menggunakan metode AHP, teridentifikasi bahwa faktor jarak dari Pelabuhan Patimban merupakan faktor dengan pengaruh paling besar dengan skor 0,2365. Hasil dari pemodelan perkembagan tutupan lahan dengan tingkat overall accuracy sebesar 90%, menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan yang paling banyak terkonversi menjadi built up adalah tutupan lahan crops dengan persebaran konversi untuk scenario 1 banyak terjadi di lebih banyak mengarah berada di Kecamatan Binong, Cibogo, Ciasem, dan Pamanukan sedangkan pada skenario 2 perkembangannya lebih mengarah berada di Kecamatan Pusakanagara, Cipendeuy, Cipunagara, Pamanukan dan Cibogo. Berdasarkan pemodelan tersebut, didapat tingkat kesesuaian terhadap Rencana Pola Ruang dengan angka 60.62% sedangkan pada skenario 2 mencapai 66.01%. apabila dibandingkan dengan Rencana Pola Ruang. Dengan angka kesesuaian tersebut, didapat sebuah gap kesesuaian pada skenario 1 sebesar 47,23% pada skenario 1 dan 35,86% pada skenario 2. Hal ini mengindikasikan bahwa skenario 2 memiliki tingkat kesesuaian yang lebih tinggi daripada skenario 1. Dengan adanya gap kesesuaian tersebut, dapat diidentifikasi bahwa masih terdapat lahan-lahan yang disimulasikan akan terkonversi namun belum terakomodasi didalam Rencana Pola Ruang. Hasil pemodelan perkembangan tutupan lahan kemudian digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kuantitatif metric Bentuk Perkotaan yang kemudian menunjukkan hasil bahwa karakteristik Bentuk Perkotaan pada tahun 2031 akan berkembang dengan tingkat densitas patch yang semakin tinggi, tingkat kedekatan dan konektivitas antar patch yang semakin dekat jaraknya dan terhubung serta tingkat indeks bentuk patch yang semakin beraturan. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik dinamika Bentuk Perkotaan yang terbentuk mengarah kepada pola perkembangan Bentuk Perkotaan yang lebih compact. Terkait dengan tipe dinamika Bentuk Perkotaan, didapat bahwa terdapat tipe pola ekspansi tutupan lahan built up berupa aggregation yang membentuk pola ribbon yang berkembang pada jaringan jalan tol dan arteri Jatibarang-Kadipaten & Pantura pada scenario 2, sedangkan pada skenario 1 pola ribbon berkembang pada jaringan jalan tol dan Jalan Jatibarang-Kadipaten. Ditemukan juga bahwa terdapat tipe dinamika fragmentation yang memiliki pola leapfrog dimana pola tersebut terjadi secara mengacak dan menyebar diluar lokasi yang mengalami perkembangan tutupan lahan built up berdasarkan hasil pemodelan.