COVER Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Nadira Rahmatunisa
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  rikrik
» Gedung UPT Perpustakaan
dapat meningkatkan perolehan minyak bumi. Dibandingkan dengan surfaktan
sintetik, biosurfaktan lebih ramah lingkungan dan memiliki aktivitas spesifik di
lingkungan ekstrem, namun belum mampu bersaing secara ekonomi karena
rendahnya kapasitas produksi biosurfaktan. Melalui Adaptation Laboratory
Evolution (ALE), mikroorganisme penghasil biosurfaktan dapat direkayasa
metabolismenya sehingga dapat memproduksi lebih banyak biosurfaktan. Salah
satu senyawa yang digunakan sebagai mutagen dalam proses ini adalah CTAB.
Dalam prosesnya, ALE membutuhkan waktu hingga diperoleh mutan yang stabil
untuk dapat dikarakterisasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan stabilisasi
isolat mutan Bacillus sp. galur KG7’ dan galur KG48 melalui strategi ALE serta
melakukan evaluasi produksi dan aktivitas emulsifikasi dari biosurfaktan yang
dihasilkan oleh mutan stabil. Kandidat isolat distabilkan dengan melakukan
pendedahan bertahap pada medium LB agar yang diberi CTAB (a) 3,9 ppm dan (b)
4,5 ppm. Mutan dikatakan stabil apabila frekuensi mutan yang tumbuh pada
medium tersebut >90%. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi produksi biosurfaktan
isolat mutan terpilih pada medium SMSSe dengan waktu inkubasi 96 jam. Selama
inkubasi, dilakukan pengambilan data jumlah mikroba, produksi biosurfaktan, dan
indeks emulsifikasi (E24) setiap 12 jam. Hasil penelitian menunjukan bahwa isolat
KG7’a stabil pada generasi ke-59 (93,11%), KG7’b pada generasi ke-234 (90,33%),
sedangkan KG48 belum teramati stabil hingga generasi ke-204 (7,08%).
Pengamatan morfologi sel menunjukan bahwa sel wild-type (WT) lebih panjang
dibandingkan dengan KG7’ (P<0,1) dan KG48 (P<0,1). Evaluasi produksi
biosurfaktan menunjukan bahwa WT mampu memproduksi biosurfaktan sebanyak
0,123 g/L, sedangkan KG7’a hanya memproduksi 0,107 g/L, dan KG7’b sebanyak
0,101 g/L. Evaluasi E24 menunjukan bahwa pada minyak bumi ringan, biosurfaktan
WT mampu mengemulsi 58,9% minyak sedangkan kedua mutan hanya 47,6%
(KG7’a) dan 51,8% (KG7’b). Namun, biosurfaktan yang diproduksi kedua mutan
dapat mengemulsi minyak bumi berat 74,5% (KG7’a) dan 80% (KG7’b), lebih baik
dibandingkan dengan WT (71,3%). Aktivitas E24 biosurfaktan pada tiap waktu
panen berbeda untuk minyak yang berbeda. Aktivitas E24 dari KG7’b pada minyak
bumi ringan tertinggi pada jam ke-12 (55%), E24 pada minyak bumi berat tertinggi
pada jam ke-24 (75,1%), dan E24 pada minyak goreng komersial tertinggi pada jam
ke-60 (25%). Penelitian ini menunjukan bahwa isolat mutan KG7’ berhasil
distabilkan melalui strategi ALE setelah adaptasi bertahap hingga generasi ke-59
(pada CTAB 3,9 ppm) dan generasi ke-234 (pada CTAB 4,5 ppm) dengan produksi
biosurfaktan yang tidak lebih tinggi dari WT namun memiliki aktivitas emulsifikasi
terhadap minyak bumi berat lebih baik dibandingkan dengan WT. Berdasarkan
fenomena-fenomena tersebut, diduga terdapat perbedaan struktur biosurfaktan yang
dihasilkan WT dengan KG7’b. Hal tersebut dapat menjadi landasan penelitian
lanjutan berupa karakterisasi struktur molekul dan optimasi produksi biosurfaktan
melalui pendekatan lain selain ALE.