digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

YOLANDA DWI ASTUTI.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Tinjauan literatur sistematis atau Systematic Literature Review (SLR) ini memberikan pemahaman kritis tentang jalur masuknya limbah farmasi ke lingkungan perairan, termasuk keberadaan dan kelimpahan serta risiko ekologis senyawa farmasi dengan fokus pada lingkungan perairan di Asia Tenggara. Aspek teknologi yang berkaitan dengan upaya pengurangan dampak akibat pembuangan limbah farmasi dan kebijakan pengelolaan limbah farmasi juga dicatat dan dianalisis. SLR ini dikerjakan dengan kerangka DPSIR (Drivers, Pressure, State, Impact, dan Response) untuk mensintesis pengetahuan terkini tentang limbah farmasi rumah tangga di lingkungan perairan di wilayah Asia Tenggara. Pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat Asia Tenggara terhadap penggunaan antibiotik dan pembuangan limbah farmasi berada pada tingkatan sedang (61.9% untuk proporsi pengetahuan dan 55,2% untuk proporsi sikap dan praktik). Jalur masuknya limbah obat-obatan rumah tangga ke lingkungan perairan di Asia Tenggara adalah melalui outlet IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)/STPs (Sewage Treatment Plants), kebocoran tangki septik, limbah kota, limpasan perkotaan, kanal perkotaan, drainase perkotaan, dan lindi TPA. Penelitian ini mengidentifikasi konsentrasi APIs (Active Pharmaceutical Ingredients) di badan air permukaan dan air tanah serta dari efluen IPAL. APIs dengan konsentrasi tertinggi di air permukaan adalah caffeine, yaitu sebesar 114.179 ng L-1, diikuti oleh erythromycin dan acetaminophen masing-masing sebesar 48.517 dan 45.882 ng L-1. Sedangkan pada air tanah, APIs dengan konsentrasi tertinggi dilaporkan dari caffeine sebesar 16.249 ng L-1 diikuti oleh acetaminophen sebesar 4689 ng L-1. Gabapentin dan sulpiride, yang merupakan kelas antikonvulsan, dilaporkan pada efluen IPAL Singapura dengan konsentrasi tertinggi sebesar 8855 ng L-1. Erythromycin, amoxicillin, dan clarithromycin, yang merupakan senyawa kelas antibiotik, dilaporkan memiliki nilai risiko ekologis tertinggi di perairan Asia Tenggara. Secara keseluruhan, proporsi risiko ekologis dari limbah farmasi di perairan Kawasan Asia Tenggara berada pada tingkat tinggi (29,5%), sedang (14,5%), rendah (13,4%). Pengolahan limbah farmasi di Asia Tenggara dilaporkan menggunakan teknologi pengolahan sekunder, antara lain Conventional Active Sludge (CAS), Membrane Bio-Reactor (MBR), Aerated Ponds (AP), Active Sludge (AS), Oxidation Ponds (OP), Oxidation Ditch (OD), dan Sequencing Batch Reactor (SBR). CAS dan MBR memberikan efisiensi penyisihan rata - rata antibiotik yang lebih baik daripada AS. Tinjauan EPV (Ecopharmacovigilance) menyarankan perlunya kebijakan terkait pengelolaan limbah farmasi rumah tangga, antara lain pengaturan pemberian resep antibiotik yang benar serta penetapan nilai ambang batas limbah farmasi yang dapat masuk ke lingkungan perairan. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang dampak pembuangan limbah farmasi yang tidak tepat terhadap lingkungan, dan juga memfasilitasi tempat pengumpulan (dropbox) yang dapat diakses oleh siapa saja.