Gempabumi merupakan bencana alam yang berpotensi menyebabkan kerugian
besar. Bencana ini sering terjadi di dunia namun masih sulit untuk memprediksi
waktu dan tempat kejadian gempa secara akurat. Penelitian mengenai prekursor
gempa bumi telah dilakukan sebagai bagian dari kegiatan mitigasi bencana. Salah
satunya dengan menggunakan indeks geomagnet yaitu indeks Dst (disturbance
storm time). Indeks ini menunjukkan anomali yang signifikan dan dapat dianggap
sebagai prekursor gempabumi. Untuk mendukung data anomali pada indeks Dst
digunakan data indeks geomagnet lainnya yaitu indeks AE (Auroral Electrojet).
Kejadian gempa yang digunakan sebagai objek penelitian ini yaitu Gempa
Arequipa (Peru) 2001, Gempa Sumatra-Andaman 2004, Gempa Samoa 2009,
Gempa Tohoku (Jepang) 2011, dan Gempa Illapel (Chile) 2015. Gempa-gempa ini
merupakan gempa-gempa besar di dunia dengan magnitudo lebih dari delapan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya nilai anomali dari masing-masing
indeks tidak berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa. Namun, pada gempa
dengan kekuatan diatas Mw 9 memiliki rentang munculnya anomali yang lebih
cepat dibandingkan dengan gempa dengan kekuatan dibawah Mw 9. Berdasarkan
kurva indeks Dst dan AE terlihat beberapa anomali yang signifikan sebelum
terjadinya gempa. Nilai anomali yang terlihat sangat beragam dari masing-masing
gempa dan berkisar antara -63 nT sampai -387 nT untuk indeks Dst dan untuk
indeks AE berkisar antara 1137 nT sampai 3219 nT. Anomali yang terlihat pada
data indeks Dst bersesuaian dengan data pendukung yaitu indeks AE sehingga dapat
digunakan untuk menentukan anomali sebagai prekursor gempabumi pada masingmasing gempa