digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Sonia Dwiananta Yusantri
PUBLIC Irwan Sofiyan

Fermentasi biji kakao menjadi salah satu proses penting dalam penentuan kualitas akhir dan pembentukan prekursor cita rasa yang baik pada kakao. Hingga kini, petani masih menerapkan proses fermentasi alami sehingga kualitas dan cita rasa biji kakao yang dihasilkan tidak konsisten. Keterlibatan ragi, bakteri asam laktat, dan bakteri asam asetat selama proses fermentasi biji kakao akan menghasilkan produk kakao dengan cita rasa yang unik. Salah satu upaya peningkatan kualitas biji kakao yang telah terfermentasi adalah dengan fermentasi sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan fermentasi sekunder biji kakao yang telah terfermentasi alami dengan penambahan starter tunggal ragi (Candida tropicalis) serta penambahan buah kering atau kulit segar buah lemon (Citrus limon) pada berbagai variasi dan menentukan pengaruh proses tersebut terhadap perubahan kandungan gula, etanol, asam organik, asam amino, total fenolik, kualitas dan cita rasa. Penambahan starter tunggal ragi pada penelitian ini bertujuan untuk mendorong kembali proses fermentasi alkohol dalam peningkatan kualitas biji kakao. Penambahan buah lemon bertujuan sebagai substrat bagi mikroba selama proses fermentasi sekunder dan menghasilkan cita rasa baru pada biji kakao. Fermentasi sekunder dilakukan menggunakan biji kakao Forastero, Lombok Utara yang telah terfermentasi secara alami oleh petani. Adapun penambahan starter tunggal ragi (Candida tropicalis) sebanyak 10% (v/b) inokulum dengan kepadatan sel 107 sel/mL. Tahapan screening fermentasi sekunder pada skala kecil menggunakan buah kering atau kulit segar lemon dengan masing-masing variasi pemberian 2% (b/b), 4% (b/b), dan 6% (b/b). Proses dilakukan secara terkontrol dalam wadah kotak plastik tertutup (17 x 11,5 x 5 cm) di inkubator bersuhu ±30°C. Selama proses fermentasi dilakukan pengamatan pada perubahan pH, suhu, kelimpahan mikroba, susut bobot, dan indeks fermentasi pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8 dan 10. Tahap scale-up dilakukan pada variasi dan jam terpilih hasil screening, secara terkontrol pada wadah toples plastik tertutup (jari-jari 17 cm dan tinggi 20 cm) di inkubator bersuhu ±30°C. Pengamatan dilakukan tiap menit ke-0, 30, 60, 90 dan 120. Kualitas biji kakao dihitung berdasarkan jumlah biji/ 100-gram yang dibandingkan pada standar persyaratan umum mutu biji kakao terfermentasi SNI 01-2323:2008/ Amd 1:2010. Kadar air biji kakao kering diukur dengan uji gravimetri yang dibandingkan pada standar SNI 2323-2008. Kadar pH biji kering diukur dengan pH meter. Kadar gula, etanol dan asam organik diukur menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Kadar asam amino diukur menggunakan Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC). Kandungan total fenolik diukur menggunakan reagen Folin-Ciocalteau. Cita rasa kakao hasil fermentasi sekunder diuji pada panelis terlatih. Hasil tahap awal fermentasi sekunder menunjukkan peningkatan kualitas biji kakao dari fermentasi alami berkualitas B menjadi AA dengan perlakuan buah kering 2% dan kulit lemon 2%, serta kualitas A dengan perlakuan kulit lemon 4% dan 6%. Hasil uji kadar air biji kering keseluruhannya masuk dalam rentang kadar air maksimal (< 7,5%), dimana perlakuan buah kering 2%, 4%, dan 6% secara berturut-turut menghasilkan kadar air sebesar 5,16 ± 0,51%, 2,46 ± 0,14%, dan 2,48 ± 0,13%. Sedangkan perlakuan kulit lemon 2%, 4%, dan 6% secara berturut-turut menghasilkan kadar air sebesar 5,24 ± 0,44%, 5,15 ± 0,52%, dan 4,28 ± 0,97%. Tahap scale-up ditentukan berdasarkan hasil indeks fermentasi biji tertinggi, dimana indeks sebesar 100% dicapai oleh pemberian kulit segar lemon dengan variasi 4% (b/b) dan 6% (b/b) selama 2 jam fermentasi. Hasil scale-up fermentasi sekunder menunjukkan peningkatan kualitas biji kakao dari fermentasi alami berkualitas A menjadi AA dengan perlakuan kulit segar lemon 4% dan 6%. Indeks fermentasi tertinggi mencapai 85% dengan perlakuan kulit lemon 4% pada menit ke-30 dan perlakuan kulit lemon 6% pada menit ke-60. Uji kadar air biji kering menunjukkan keduanya masih berada pada rentang standar, yakni perlakuan kulit lemon 4% menghasilkan kadar air sebesar 3,72 ± 1,06% dan perlakuan kulit lemon 6% menghasilkan kadar air sebesar 3,63 ± 1,86%. Nilai pH biji kering yang diperoleh secara berurutan untuk perlakuan kulit lemon 4% dan 6% adalah 5,48 ± 0,06 dan 5,14 ± 0,01. Kadar total fenolik meningkat seiring dengan lamanya waktu fermentasi sekunder, yakni sebesar 344,64 ± 7,23 mg GAE/g untuk perlakuan kulit lemon 4% dan 382,58 ± 0,00 mg GAE/g untuk perlakuan kulit lemon 6% dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan) yaitu sebesar 187,19 ± 3,50 mg GAE/g. Pada perlakuan kulit lemon 4%, total asam amino pembentuk rasa manis sebesar 28,56 mg/g, pahit sebesar 36,82 mg/g, dan asam sebesar 9,36 mg/g. Pada perlakuan kulit lemon 6%, total asam amino pembentuk rasa manis sebesar 28,29 mg/g, pahit sebesar 33,72 mg/g, dan asam sebesar 8,63 mg/g. Hasil organoleptik perlakuan kulit lemon 4% memiliki skor akhir nilai global cita rasa kakao terfermentasi sekunder tertinggi yakni 7,00 dibandingkan kulit lemon 6% yakni 6,50 dan fermentasi alami yang hanya 6,00. Kulit lemon 4% menunjukkan adanya cita rasa buah segar 2,5 dan buah kering 1,0. Penelitian ini menujukkan bahwa fermentasi sekunder berpotensi untuk meningkatkan kualitas dan menciptakan cita rasa baru pada kakao yang belum sempurna dari fermentasi alami.