JURNAL Zya Dyena Meutia
Terbatas  Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
Pergeseran terhadap makna warisan budaya telah terjadi dalam beberapa dekade
terakhir. Pergeseran paradigma pelestarian juga berubah dari object based menuju
subject based serta dari physical based menuju values based. Munculnya gagasan
konsep warisan budaya awalnya bertujuan untuk dapat melestarikan situs dan
bangunan-bangunan bersejarah pada masa lampau yang ditentukan dari nilai fisik saja.
Saat ini, dalam proses penetapan dan pelestarian warisan budaya, identifikasi nilai-nilai
signifikan warisan budaya sudah menjadi tren global, namun nilai-nilai signifikan
tersebut masih mengacu kepada nilai berkarakteristik positif.
Kajian dan penelitian mengenai warisan budaya telah banyak dilakukan, tetapi masih
sedikit yang membahas nilai-nilai signifikan warisan budaya pada kondisi yang tidak
lazim, seperti akibat peristiwa kelam bencana alam gempa, tsunami dan badai serta
bencana buatan manusia, yaitu perang dan konflik. Nilai-nilai signifikan warisan
budaya masih merujuk kepada nilai sejarah, sosial, estetika, spiritual dan ilmiah yang
berkarakteristik positif. Sebuah permasalahan terjadi ketika menentukan objek warisan
budaya jika hanya ditentukan dari nilai-nilai signifikan yang selama ini berlaku dari
pandangan ahli dan pemerintah. Nilai-nilai signifikan harus berlaku pada semua
konteks ruang dan waktu termasuk akibat peristiwa kelam bencana alam yang
menghasilkan objek-objek baru berpotensi ditetapkan sebagai cagar budaya. Pada
praktiknya, beberapa penetapan cagar budaya dengan karakter nilai negatif telah
dilakukan, seperti monumen bom atom Hiroshima dan Museum Auschwitz Perang
Dunia ke II, tetapi masih sedikit kajian nilai-nilai signifikan warisan budaya kelam
sebagai pertimbangan penetapan cagar budaya.
Tujuan penelitian ini adalah merumuskan nilai-nilai signifikan warisan budaya kelam
berdasarkan pandangan stakeholder sebagai pertimbangan penetapan cagar budaya
melalui proses konsensus dalam konteks pascabencana alam tsunami. Pandangan
ii
stakeholder penting karena dapat menemukenali nilai-nilai signifikan yang
komprehensif. Penelitian ini memperkuat perlunya identifikasi nilai-nilai signifikan
warisan budaya kelam dengan menemukan bahwa nilai emosional, spiritual, sosial,
sejarah, ilmiah dan fisik berkarakteristik negatif juga layak dipertimbangkan sama
dengan nilai-nilai signifikan warisan budaya berkarakteristik positif. Adapun kebaruan
penelitian ini, yaitu menemukan nilai-nilai signifikan warisan budaya kelam yang
digali melalui keterlibatan stakeholder khususnya pandangan penyintas secara bottomup dalam menetapkan warisan budaya kelam sebagai cagar budaya.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan interpretatif
yang mengkonstruksikan keberadaan nilai-nilai signifikan warisan budaya kelam
dalam pandangan stakeholder terhadap objek cagar budaya konteks pascabencana alam
tsunami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui strategi studi kasus
dengan pertimbangan adanya fokus untuk mengidentifikasi nilai-nilai signifikan dari
pandangan stakeholder menemukenali warisan budaya kelam di kawasan
pascabencana alam tsunami, Banda Aceh. Studi kasus ini dapat mewakili uji kritis
terhadap teori-teori yang telah disusun. Banda Aceh dipilih karena sebagai kota pusaka
berusia lebih dari 800 tahun serta merupakan salah satu wilayah di Provinsi Aceh yang
terdampak bencana alam tsunami dengan ketinggian mencapai 20 meter pada tanggal
26 Desember 2004. Dalam pengumpulan data, penelitian menggunakan wawancara
mendalam, observasi informan, observasi lapangan, dan pemetaan tempat-tempat
dianggap sebagai warisan budaya yang berpotensi menjadi cagar budaya.
Kontribusi penelitian memberikan wawasan baru bahwa memahami sebuah kawasan
bersejarah tidak selalu dipandang dari nilai-nilai signifikan berkarakteristik positif saja,
namun juga terdapat nilai-nilai signifikan berkarakteristik negatif. Adapun kesimpulan
dari penelitian ini adalah (1) nilai-nilai signifikan yang dapat menjadi pertimbangan
dalam menetapkan warisan budaya kelam di kawasan pascabencana alam tsunami
sebagai cagar budaya, yaitu nilai-nilai emosional, spiritual, sosial, sejarah, ilmiah dan
fisik berkarakteristik positif dan negatif, (2) prosedur penetapan objek warisan budaya
kelam sebagai cagar budaya dapat melibatkan stakeholder dengan proses konsensus
dan (3) penelitian ini memperkaya konsep teori perencanaan warisan budaya (heritage
planning) melalui pendekatan nilai-nilai signifikan warisan budaya kelam dalam
konteks pascabencana alam tsunami. Pengetahuan tentang nilai-nilai signifikan
warisan budaya kelam dalam penetapan cagar budaya yang dihasilkan dalam penelitian
ini berbeda dengan nilai-nilai signifikan yang selama ini lazim berlaku. Nilai-nilai
signifikan yang selama ini berlaku lebih merujuk kepada fabric dan berkarakteristik
positif. Adapun kontribusi teoritik penelitian ini adalah memperkaya pengetahuan
warisan budaya terkait kriteria penetapan suatu bangunan, struktur dan situs
pascabencana alam tsunami sebagai cagar budaya. Kontribusi praktis penelitian ini
adalah menyepakati objek warisan budaya kelam, yaitu bangunan, struktur dan situs
sebagai cagar budaya melalui perbaikan dalam peraturan langsung pemerintah.