digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

COVER Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

BAB 1 Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

BAB 2 Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

BAB 3 Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

BAB 4 Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

BAB 5 Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

PUSTAKA Dynda Romika Junita
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

Foraminifera merupakan organisme eukariot yang membentuk sebuah cangkang (test) saat fase hidupnya, kemudian cangkang tersebut menjadi fosil dalam batuan sedimen setelah foraminifera mati. Kelimpahan yang tinggi dan morfologi cangkang yang khas antar spesies serta mudah diidentifikasi menyebabkan fosil foraminifera dianggap sebagai proksi yang sangat potensial untuk menginterpretasi dan menganalisis dalam bidang paleoenvironment, paleobiology, paleoceanography, maupun paleoclimate. Foraminifera terbagi menjadi dua kategori berdasarkan cara hidupnya. Foraminifera planktonik hidup dengan cara bergerak bebas pada kolom perairan, dan foraminifera bentik yang hidup melekat pada substrat di dasar perairan. Foraminifera planktonik dapat dikatakan tidak memiliki alat gerak aktif, oleh karena itu pergerakan dan perpindahannya dipengaruhi oleh kecepatan dan arah arus. Pergerakan dan perpindahan foraminifera planktonik terjadi baik selama masa hidup maupun setelah foraminifera planktonik mati, sebelum pada akhirnya terendapkan dalam sedimen. Studi mengenai kelimpahan foraminifera planktonik di perairan Indonesia khususnya di sepanjang jalur Arus Lintas Indonesia (Arlindo) bukanlah hal yang baru, namun analisis mengenai perpindahan foraminifera planktonik di sepanjang jalur Arlindo sampai saat ini belum pernah dilakukan. Pada umumnya analisis mengenai kelimpahan foraminifera akan menggambarkan kondisi ekologi dari lokasi sampel foraminifera itu diambil. Adapun perpindahan foraminifera planktonik yang dipengaruhi oleh kecepatan arus dapat mencapai ratusan kilometer sebelum pada akhirnya ia terendapkan dalam sedimen. Oleh karena itu, analisis mengenai kelimpahan foraminifera planktonik dapat menggambarkan kondisi ekologi dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Selain analisis kelimpahan dan perpindahan foraminifera planktonik, pengaruh transpor volume air terhadap kelimpahan foraminifera planktonik juga menarik untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan cara hidup foraminifera planktonik yang selalu berada di kolom perairan selama fase hidupnya. Sebanyak 6 sampel sedimen permukaan yang digunakan untuk menganalisis kelimpahan foraminifera planktonik di Laut Sulawesi, Selat Makassar dan Selat Lombok (2 sampel dari setiap lokasi). Analisis tersebut dilakukan secara kuantitatif meliputi perhitungan kelimpahan total (ind/gr sedimen kering) dan kelimpahan ii relatif. Transpor volume air wilayah kajian dihitung dengan menggunakan data arah dan kecepatan arus yang diintegrasikan terhadap kedalaman, sedangkan besar perpindahan foraminifera planktonik diestimasi dengan menghubungkan ciri-ciri foraminifera planktonik (morfologi, kedalaman habitat, lama waktu hidup dan kecepatan tenggelam setelah mati) dengan kecepatan arus wilayah kajian. Data arah dan kecepatan arus yang digunakan pada penelitian ini ialah data arus rata-rata selama 20 tahun (1992-2012). Adapun data arus yang digunakan merupakan data hasil model dari HYbrid Coordinate Ocean Model (HYCOM). Foraminifera planktonik pada wilayah kajian ditemukan melimpah, secara keseluruhan terdapat 18 spesies yang teridentifikasi. Nilai kelimpahan foraminifera planktonik terbesar ialah pada perairan Selat Makassar yaitu sebesar 36.067 ind/gr. Nilai kelimpahan foraminifera pada perairan Laut Sulawesi dan Selat Lombok ialah tidak jauh berbeda yaitu 3.694 ind/gr dan 3.235 ind/gr. Globigerinoides ruber merupakan spesies yang memiliki persentase tertinggi pada ketiga wilayah kajian. Berdasarkan hasil perhitungan kelimpahan relatif, terlihat bahwa kategori spesies foraminifera planktonik yang tidak memiliki duri (non-spinose) lebih melimpah pada perairan dengan kecepatan arus yang lebih rendah (>30%), sedangkan jenis foraminifera planktonik yang berduri (spinose) kelimpahannya relatif sama antara perairan yang memiliki kecepatan arus tinggi dengan perairan yang memiliki kecepatan arus rendah. Analisis mengenai pengaruh transpor volume air terhadap kelimpahan foraminifera planktonik dilakukan antara sampel Selat Makassar dan Selat Lombok. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar transpor volume air, maka semakin besar pula nilai kelimpahan foraminifera planktonik. Perpindahan foraminifera planktonik di perairan saat fase hidup maupun saat fase mati sebelum pada akhirnya foraminifera planktonik terendapkan dalam sedimen ialah mencapai ratusan kilometer. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perpindahan foraminifera planktonik berbanding lurus dengan lama waktu hidup foraminifera planktonik, serta rata-rata kecepatan arus pada habitat foraminifera planktonik. Pada Laut Sulawesi perpindahan foraminifera planktonik berkisar 307-782 km. Pada Selat Makassar perpindahannya yaitu 313-789 km. Pada Selat Lombok yang memiliki kecepatan arus yang paling rendah, perpindahan yang terhitung adalah 129-258 km.