digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Untuk membangun sistem komunikasi yang mendukung massive connectivity, salah satu teknik akses jamak yang berpotensi untuk diterapkan pada teknologi 5G and Beyond (B5G) adalah non-orthogonal multiple access (NOMA). Berbeda dengan orthogonal multiple access (OMA), NOMA mengalokasikan resource untuk setiap penggunanya tidak berdasarkan sifat ortogonalitas. Secara umum NOMA dapat dibedakan berdasarkan domain daya dan domain kode, yang salah satunya adalah sparse code multiple access (SCMA). Perkembangan SCMA dimulai dari berkembangnya low density spreading code division multiple access (LDS–CDMA) dengan kode penebar yang memiliki densitas bit ”1” sangat rendah dibandingkan dengan bit ”0”. Sistem LDS–CDMA mengatur interferensi yang terjadi pada setiap chip bit, sehingga hanya terdapat beberapa pengguna saja yang saling menginterferensi pada chip bit yang sama. Sedangkan pada SCMA, pengaturan jumlah pengguna yang mengakses resource ditunjukkan oleh matriks pemetaan. Multi dimensional constellation (MDC)–SCMA mengusulkan matriks pemetaan yang bersifat regular dengan memetakan setiap pengguna mengakses resource yang sama dan setiap resource diakses oleh jumlah pengguna yang sama. Disertasi ini melakukan pengembangan SCMA untuk sistem komunikasi generasi kelima (5G) dan B5G yang memerlukan peningkatan efisiensi spektral dan layanan yang bersifat massive wireless connectivity dengan overloading yang tinggi. Disertasi ini mengusulkan skema baru SCMA, yaitu Doubly Irregular Sparse Code Multiple Access (DI–SCMA) yang diharapkan akan memiliki overloading factor lebih tinggi dibandingkan dengan regular SCMA, sehingga mampu melayani jumlah pengguna yang lebih besar pada sistem komunikasi B5G. Pada konsep doubly irregular ini, irregularitas degree dilakukan untuk kedua sisi sekaligus, yaitu user node dan resource node. Doubly irregularity ini dinyatakan dengan matriks pemetaan yang menunjukkan jumlah pengguna yang mengakses resource (kolom) dan jumlah resource yang diakses oleh setiap pengguna (baris) yang tidak seragam. Disertasi ini mengusulkan cara penyusunan matriks pemetaan yang memenuhi double degree distribution, sehingga proses iterative decoding dipastikan berjalan terus sampai seluruh user terdeteksi. Hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan bahwa matriks pemetaan yang diusulkan mampu memberikan layanan dengan overloading factor yang tinggi i sampai 350% yang dicapai dengan (i) multiuser detection (MUD) Q = f2; 3; 4g, dan (ii) peeling decoding yang iterasi proses decodingnya tidak pernah terputus dijamin oleh degree distribution yang didesain dengan baik. Selain itu, disertasi ini juga mengusulkan MUD Q secara praktis dengan membuat desain mother constellation terbaik dengan pergeseran fasa sebesar , yang nilainya mampu yang menghasilkan Euclidean distance terpanjang antar simbol sehingga error menjadi minimal. Disertasi ini menemukan bahwa usulan DI–SCMA memiliki kinerja terbaik dibandingkan dengan teknik seperti PDMA dan SCMA regular. Hal ini menunjukkan bahwa kebersihan sinyal sebagai deteksi lebih utama dibandingkan diversity maksimal sebagai awal deteksi. Selain itu DI–SCMA mampu mendukung teknologi B5G di masa depan untuk melayani lebih banyak user meskipun dengan resource yang terbatas.