digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Berdasarkan RPI2-JM 2017-2021 Kota Bima, pembangunan sanitasi di daerah padat penduduk, pendapatan rendah, dan rawan sanitasi yang masih kurang merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Kota Bima. Kota Bima memiliki 33 titik kawasan yang terindikasi sebagai permukiman kumuh seluas 26,2 Ha yang tersebar di 15 kantung permukiman dan dihuni oleh lebih dari 25.000 jiwa. Adapun kawasan dengan tingkat kumuh tinggi salah satunya berada di Kecamatan Rasanae Barat yang teridentifikasi berada di wilayah bantaran sungai. Diperlukan perhatian khusus dalam membangun sanitasi di kawasan spesifik. Analisis terhadap sosiokultur dan partisipasi aktif masyarakat pada kawasan kumuh bantaran sungai dinilai sebagai hal penting dalam pembangunan sanitasi setempat yang berkelanjutan. Tiga aspek tersebut dikembangkan menggunakan kerangka kerja IFSS (Integrated Framework for Sanitation Services) yang merupakan perpaduan antara ekologi kesehatan masyarakat (aspek struktural, lingkungan, budaya, individu, dan layanan) dengan ekologi teknik (keberterimaan, konstruksi, penggunaan, pemeliharaan, dan pembuangan yang aman) melalui penelitian kuantitatif (kuesioner rumah tangga) dan kualitatif (wawancara mendalam). Dari Analisis PCA didapat dua komponen penting dengan eigenvalue >1 dan masing-masing variabel memiliki variasi korelasi >0,45 dan <-0,45. Adapun komponen pertama memiliki korelasi positif yang ditunjukkan pada variabel frekuensi pemakaian jamban pertama kali dan persepsi terhadap jamban yaitu nyaman. Komponen ini memiliki nilai yang tinggi terhadap faktor individu (kendala biaya, prioritas, dan kemampuan) dan lingkungan sekitar. Dalam keberjalanan praktik sanitasi, faktor sosio-kultur seperti relasi keluarga dan tetangga, konflik, agama, adaptasi terhadap lokasi dan bencana mempengaruhi sanitasi baik pada tahapan konstruksi hingga pembuangan yang aman.