digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 1 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 2 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 3 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 4 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 5 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

PUSTAKA Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

LAMPIRAN Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Disamping perannya sebagai salah satu kegiatan ekonomi terbesar dunia, industri fesyen atau industri tekstil dan pakaian jadi juga berkontribusi terhadap berbagai permasalahan sosial dan lingkungan. Memegang predikat sebagai industri pencemar terbesar kedua setelah perminyakan, salah satu limbah yang dihasilkan oleh industri ini adalah sampah tekstil. Di era modern ini, dengan fesyen sebagai gaya hidup dan fast fashion sebagai model ekonomi, peningkatan produksi sampah tekstil merupakan hal yang tidak terhindarkan. Sementara, bahan tekstil tidak dirancang untuk mudah terurai, dan dengan kandungan kimia yang dibawanya, membiarkannya tanpa pengelolaan yang tepat dapat mengancam kelestarian lingkungan. Untuk menanggapi permasalahan ini, konsep sustainable fashion disandingkan sebagai pendekatan yang dapat membawa perubahan melalui pola pikirnya yang mengutamakan daya tahan produk dan penggunaan jangka panjang. Di Kota Bandung yang memiliki sejarah dan keunggulan di sektor fesyen, konsumsi pakaian yang terus meningkat dan kompetensi sektor yang kian menjanjikan memunculkan keingintahuan mengenai situasi dari praktik pengelolaan sampah tekstil dalam konteks sustainable fashion ini. Hasil analisis deskriptif terhadap 300 sampel kuesioner penduduk yang didukung oleh hasil analisis kualitatif terhadap hasil wawancara bersama perwakilan dari pemerintahan dan pelaku usaha menunjukkan bahwa masyarakat sudah menunjukkan adanya aksi nyata dalam mengelola sampah tekstil yang juga menunjukkan adanya kesadaran dan kepedulian terhadap isu ini. Meski demikian, sikap dan perilaku yang ada tidak didasari oleh pengetahuan yang memadai. Hasil analisis asosiasi menunjukkan bahwa ketiga faktor dalam penerimaan masyarakat tersebut saling berkorelasi, dan ketiganya juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat sosial ekonomi. Dengan demikian, peluang untuk menjalani gaya hidup berkelanjutan menjadi semakin sulit ketika rintangan dalam struktur kehidupan masyarakat masih ada. Namun, dengan mengambil tindakan yang tepat yang mempertimbangkan situasi yang ada, perubahan yang dicita-citakan bukan merupakan hal yang mustahil bagi Kota Bandung