digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Neuroenhancement atau peningkat fungsi kognitif mengacu kepada penggunaan obat resep tanpa indikasi, minuman beralkohol, obat-obatan terlarang, atau yang disebut soft enhancer yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi kognitif, suasana hati, perilaku prososial, atau pekerjaan dan kinerja akademik. Studi menunjukkan fenomena neuroenhancement sering terjadi di kalangan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat pengetahuan, perilaku, dan persepsi tentang penyalahgunaan obat keras sebagai neuroenhancement pada mahasiswa aktif tahap sarjana Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknis pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian dilakukan secara daring pada bulan Januari-Juni 2022 dengan menyebarkan kuesioner kepada 468 responden. Data yang diperoleh dari kuesioner terdiri dari karakteristik demografi, pengetahuan tentang neuroenhancement, perilaku tentang penggunaan neuroenhancement, dan persepsi tentang penggunaan obat keras sebagai neuroenhancement. Hasil penelitian menunjukkan 81% berpengetahuan cukup dan 19% berpengetahuan baik. Analisis statistik menunjukkan hanya asal fakultas yang berpengaruh terhadap pengetahuan responden (P<0,05). Pada dimensi perilaku, mayoritas pengguna neuroenhancement menggunakan obat keras berupa stimuan. Sumber informasi terkait neuroenhancement diperoleh dari buku/ artikel akademik/ bahan kuliah. Kebanyakan pengguna memperoleh neuroenhancement dari resep untuk dirinya sendiri; sedangkan motivasi penggunaan neuroenhancement adalah untuk meningkatkan kemampuan fokus dan konsentrasi; Salah satu efek samping yang dirasakan pengguna adalah detak jantung abnormal. Pada dimensi persepsi, 20% responden pro dan 80% responden kontra dalam penggunaan obat keras sebagai neuroenhancement. Analisis statistik menunjukkan bahwa demografi seperti jenis kelamin dan asal fakultas berpengaruh terhadap persepsi (P<0,05).