Neuroenhancement atau peningkat fungsi kognitif mengacu kepada penggunaan obat
resep tanpa indikasi, minuman beralkohol, obat-obatan terlarang, atau yang disebut soft
enhancer yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi kognitif, suasana hati, perilaku prososial, atau pekerjaan dan kinerja akademik. Studi menunjukkan fenomena
neuroenhancement sering terjadi di kalangan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan tingkat pengetahuan, perilaku, dan persepsi tentang penyalahgunaan obat
keras sebagai neuroenhancement pada mahasiswa aktif tahap sarjana Institut Teknologi
Bandung. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknis pengambilan
sampel purposive sampling. Penelitian dilakukan secara daring pada bulan Januari-Juni
2022 dengan menyebarkan kuesioner kepada 468 responden. Data yang diperoleh dari
kuesioner terdiri dari karakteristik demografi, pengetahuan tentang neuroenhancement,
perilaku tentang penggunaan neuroenhancement, dan persepsi tentang penggunaan obat
keras sebagai neuroenhancement. Hasil penelitian menunjukkan 81% berpengetahuan
cukup dan 19% berpengetahuan baik. Analisis statistik menunjukkan hanya asal fakultas
yang berpengaruh terhadap pengetahuan responden (P<0,05). Pada dimensi perilaku,
mayoritas pengguna neuroenhancement menggunakan obat keras berupa stimuan.
Sumber informasi terkait neuroenhancement diperoleh dari buku/ artikel akademik/ bahan
kuliah. Kebanyakan pengguna memperoleh neuroenhancement dari resep untuk dirinya
sendiri; sedangkan motivasi penggunaan neuroenhancement adalah untuk meningkatkan
kemampuan fokus dan konsentrasi; Salah satu efek samping yang dirasakan pengguna
adalah detak jantung abnormal. Pada dimensi persepsi, 20% responden pro dan 80%
responden kontra dalam penggunaan obat keras sebagai neuroenhancement. Analisis
statistik menunjukkan bahwa demografi seperti jenis kelamin dan asal fakultas
berpengaruh terhadap persepsi (P<0,05).