digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Decut Della Oganda
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB I - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB II - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB III - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB IV - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB V - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Decut Della Oganda
PUBLIC Irwan Sofiyan

LAMPIRAN - Decut Della Oganda.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

Stroke merupakan salah satu sindrom klinis penyebab kecacatan maupun kematian yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara akut baik di negara maju maupun berkembang. Gangguan yang disebabkan oleh stroke dapat timbul secara mendadak sehingga menurunnya fungsi neurologis dengan cepat. Di Indonesia sendiri kecacatan akibat stroke mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 7% hingga 10%. Kecacatan yang ditimbulkan tergantung dari otak bagian mana yang terserang dan seberapa parah kerusakan yang dialami. Salah satu diagnosis yang diperlukan pada penderita stroke adalah potensi terjadinya gangguan menelan atau disfagia. Evaluasi disfagia dapat dilakukan melalui pemeriksaan standar konvensional yaitu video X-ray fluoroscopy atau videofluoroscopic swallowing study (VFSS) untuk mengetahui pergerakan bagian dari otot leher pada saat proses menelan. Dalam peningkatan keakuratan diagnosis dapat dilakukan dengan pendekatan lain yang minimum radiasi untuk mengidentifikasi secara langsung mekanisme menelan yang terganggu. Pada penelitian ini, elektromiografi permukaan (surface electromyography-SEMG) dimanfaatkan untuk memberikan diagnosis tepat serta rehabilitasi lanjutan yang dibutuhkan penderita serta terapi biofeedback. Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah 30 subjek sehat dan 30 pasien pasca-stroke dengan rata-rata usia 15-40 tahun. Subjek diinstruksikan untuk menelan air sebanyak 3ml (normal swallow) dan menelan saliva (dry swallow) dengan tiga kali pengulangan menelan. Pengukuran dilakukan di area otot leher dengan memasang elektroda SEMG pada empat titik pengukuran yaitu bagian kelompok otot bilateral suprahyoid (SUP) dan infrahyoid (INF) masing-masing pada bagian kiri dan kanan. Pra-pemrosesan sinyal dengan Discrete Wavelet Transform (DWT) dilakukan untuk mengurangi kontaminasi artefak denyut jantung dan derau yang terekam oleh SEMG. Pada penelitian ini segmentasi semi-otomatis dimanfaatkan untuk mendeteksi area awal hingga akhir aktivasi otot yang terjadi saat proses menelan, sehingga sinyal dapat dianalisis lebih lanjut berdasarkan fitur pada setiap segmen yang mengalami kontraksi otot. Fitur sinyal SEMG yang dihasilkan pada proses segmentasi adalah dalam domain waktu-frekuensi. Setiap segmen kontraksi akan dibangun melalui pendekatan Time Frequency Analysis (TFA) untuk memberikan informasi komponen frekuensi bervariasi sesuai waktu secara bersamaan dan representasi model spektrum dalam subsegmen berupa time-frequency spectrogram. Matriks data digunakan sebagai representasi spektrogram dalam citra untuk menjadi masukan pada tahap prediksi. Deep Learning Convolutional Neural Network (CNN) digunakan sebagai model pembelajaran mendalam yang melakukan prediksi proses menelan subjek sehat dan pasien pasca stroke dengan berbagai kombinasi arsitektur untuk mendapatkan arsitektur paling optimum. Ukuran evaluasi CNN adalah training performance berupa persentase mean square error dan confusion matrix berupa akurasi dari arsitektur yang dapat memprediksi kedua data subjek sehat dan pasien pasca stroke. Convolutional Neural Network di latih dan di uji pada data matriks spektrogram sinyal otot suprahyoid menggunakan beberapa arsitektur pelatihan yaitu dengan 2 lapisan tersembunyi, 3 lapisan tersembunyi dan 4 lapisan tersembunyi. Pada 2 lapisan tersembunyi diperoleh confusion matrix sebesar 70%, lebih besar dari kedua model lain nya yaitu 65% dan 40%. Pelatihan dilakukan lebih lanjut dengan memvariasikan jumlah epoch di setiap lapisan pada arsitektur dengan 2 lapisan tersembunyi. Diperoleh hasil optimum dengan persentase confusion matrix sebesar 85% dan MSE 0.011502 dengan variasi jumlah epoch pada lapisan pertama dan kedua sebanyak 60 epoch. Menggunakan model yang sama dengan pemilihan jumlah epoch terbaik, diperoleh hasil dari pelatihan dan pengujian pada data matriks spektrogram sinyal otot Infrahyoid yaitu confusion matrix sebesar 90% dengan MSE 0.020562 yang berarti bahwa model CNN dapat memprediksi data subjek sehat sakit dan pasien pasca stroke secara akurat.