digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rika Permatasari Purba
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER_Rika Permatasari Purba.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB I_Rika Permatasari Purba.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB II_Rika Permatasari Purba.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB III_Rika Permatasari Purba.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB IV_Rika Permatasari Purba.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB V_Rika Permatasari Purba.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Rika Permatasari Purba
PUBLIC Irwan Sofiyan

Teknologi konstruksi diartikan sebagai koleksi dari perkakas, peralatan, material, software, dan metode pelaksanaan konstruksi. Khusus pada teknologi material, yang paling banyak digunakan oleh pelaku konstruksi adalah material beton dan material baja. Namun, perkembangan kedua material utama ini ternyata tidak sebanding, dimana material baja lebih tidak berkembang dibandingkan dengan beton. Hal ini dapat dilihat dari sejarah teknologi baja konstruksi di Indonesia yang hanya terjadi di masa-masa awal baja mulai berkembang di Indonesia yaitu sekitar tahun 1970an pada saat Krakatau Steel diresmikan. Sejarah dari variasi jenis dan ukuran material baja konstruksi tidak banyak mengalami perubahan, variasi produk konstruksi baja atau struktur baja yang didominasi jembatan dan bangunan industrial, juga standar mutu serta standar perancangan konstruksi baja yang dari tahun ke tahun selalu mengadopsi dari pihak luar atau negara lain seperti Jepang dan Amerika. Oleh kondisi tersebut, maka penggunaan baja oleh pelaku usaha konstruksi pada proyek konstruksi hanya sebagai pilihan alternatif bukan menjadi pilihan utama. Berdasarkan hasil kajian literatur dan wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat, disimpulkan bahwa terdapat berbagai tantangan teknologi baja konstruksi dari sisi pengunaannya pada produk-produk konstruksi di Indonesia yaitu pengaruh industri baja yang kurang berkembang akibat ketergantungan melakukan impor baik bahan baku hingga produk baja. Kondisi tersebut tentunya menyebabkan fluktasi harga baja yang tinggi serta pemasok baja konstruksi yang sulit berkembang karena adanya persaingan harga, dimana harga baja impor dapat lebih murah dari baja lokal namun dengan kualitas yang tetap baik. Selain itu, terdapat tantangan lain dari jumlah dan persebaran pemasok baja konstruksi yang kurang, keterbatasan asosiasi profesi konstruksi baja dan jumlah publikasinya, serta keterbatasan jumlah tenaga kerja konstruksi baja di Indonesia baik tenaga ahli maupun tenaga terampil.