digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Variabilitas harga tanah menjadi sebuah implikasi dari adanya kebutuhan dasar manusia terutama pada aspek ekonomi. Suatu pemahaman terkait harga tanah sangat diperlukan untuk menjawab hal tersebut terutama berkaitan dengan estimasi harga tanah. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi harga tanah adalah Geographically Weighted Regression (GWR). Metode ini dapat menemukan hubungan antara dampak faktor pendorong dan variasi hubungan spasial. Umumnya, metode GWR dibangun berdasarkan variabel dependen (harga tanah) dan independent (kedekatan spasial antara objek tanah dengan fasilitas umum). Akan tetapi, dalam penelitian ini variabel independen akan dikembangkan dengan menambahkan zona tata ruang untuk memberikan kompleksitas penentu estimasi harga tanah yang didasarkan pada peraturan penataan ruang, yakni Peraturan Daerah Kota Bandung No. 18 Tahun 2011. Peraturan ini akan digunakan sebagai dasar penentuan variabel zona tata ruang untuk pemodelan estimasi harga tanah di wilayah Bandung Timur. Implementasi zona tata ruang sebagai penentu estimasi harga tanah ini diharapkan dapat membentuk model GWR yang lebih baik dibandingkan dengan model yang tidak melibatkan variabel zona tata ruang. Penelitian ini menggunakan 15 variabel dengan 10 variabel objek fisik berupa fasilitas umum dan 5 variabel berupa zona tata ruang yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola dan distribusi harga tanah di wilayah Bandung Timur. Kelima belas variabel tersebut adalah ibadah, industri, kantor pemerintahan, kesehatan, olahraga/rekreasi, pendidikan, penjara (lembaga pemasyarakatan), kantor pertahanan, terminal, zona perdagangan dan jasa, zona industri, zona permukiman rendah, zona permukiman sedang, dan zona permukiman tinggi. Untuk membentuk model GWR estimasi harga tanah dilakukan 4 kombinasi penggunaan titik sampel dan titik uji pada dua jenis model (dengan zona tata ruang atau tidak melibatkan variabel tersebut). Pada kombinasi ini terdapat terminologi penentuan outlier baik pada titik sampel maupun titik uji. Hal ini dilakukan sebagai bentuk identifikasi adanya anomali dari data yang digunakan dengan harapan agar dapat membuat variasi yang berbeda di setiap kombinasi yang terbentuk. Hal ini juga akan berkaitan dengan penentuan bandwidth untuk mengetahui penggunaan titik data untuk memecah persamaan GWR. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi variabel zona tata ruang untuk membentuk model estimasi harga tanah berbasis GWR di samping variabel objek fasilitas umum dapat memberikan tingkat akurasi yang lebih baik dari model GWR tanpa melibatkan variabel zona tata ruang sebesar Rp205.718/m2. Dengan kata lain, hasil ini meningkatkan tingkat akurasi sebesar 8% dari model tanpa zona tata ruang dengan kesalahan rata-rata estimasi sebesar Rp225.262/m2 untuk kombinasi titik sampel total dan titik uji terbebas outlier pada tahun 2007. Hasil ini memberikan informasi bahwa pada tahun 2007, kondisi harga tanah di wilayah Bandung Timur cukup bervariasi dengan beberapa nilai residu yang tinggi berada di kawasan yang strategis baik dari fasilitas umum yang heterogen maupun dari konsep tata ruang yang telah diatur dalam peraturan yang telah disebutkan. Dengan demikian, variabel zona tata ruang dapat menjadi perspektif baru dalam pembuatan model estimasi harga tanah berbasis GWR di samping variabel objek fisik berupa fasilitas umum atau sosial terutama untuk meningkatkan kualitas model yang terbentuk.