Per 14 Juni 2022, pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) di Indonesia
sudah mencapai angka kematian 156.662 pasien. Berbagai data klinis menunjukkan
respons hiperinflamasi merupakan faktor utama penyebab kematian pasien.
Respons inflamasi dibutuhkan tubuh mencegah virus SARS-CoV-2 bereplikasi
semakin banyak, namun respons berlebihan menyebabkan kegagalan multiorgan
dan berujung pada kematian. Terapi pengobatan seperti antivirus tidak berperan
aktif terhadap kondisi hiperinflamasi. Studi menunjukkan penggunaan obat-obat
sintetik seperti tocilizumab dan sarilumab memberikan beberapa efek samping
yang merugikan pasien. Di sisi lain, efek samping yang diakibatkan bahan herbal
seperti propolis jauh lebih rendah, selain itu juga potensial mengobati penyakit
kompleks secara efektif. Kandungan senyawa propolis berbeda-beda bergantung
pada spesies lebah serta jenis bunga yang menjadi makanan lebah, secara umum
senyawa flavonoid diketahui cukup tinggi terkandung di dalamnya serta diduga
mempunyai keterkaitan dengan aktivitas antiinflamasi Seiring perkembangan
teknologi, paradigma riset penemuan obat bergeser dari didasarkan hipotesis
(hypothesis-driven) menjadi berbasis data (data-driven), hal tersebut berarti riset
pemerolehan data awal sangat penting sebelum melakukan tahap uji lebih lanjut.
Metode penelitian bioinformatika yang digunakan dala tugas akhir ini adalah target
fishing untuk prediksi protein target dari flavonoid serta seleksinya agar terkait
dengan kondisi hiperinflamasi COVID-19 menggunakan data DEG SARS-CoV-2
dan anotasi gen ontologi, penambatan molekuler untuk melihat kuat ikatan yang
terbentuk antara kompleks protein dan ligan, serta simulasi dinamika molekuler
untuk melihat stabilitas interaksi. Hasil yang diperoleh antara lain dari 96 senyawa
flavonoid dari total 124 senyawa dalam propolis Nano Center Indonesia, 89 di
antaranya memenuhi aturan Lipinski dan 62 memiliki sifat toksisitas yang rendah.
Target fishing menghasilkan keluaran 1.105 protein dengan 11 di antaranya terkait
dengan kondisi hiperinflamasi COVID-19. Sebelas protein tersebut: ADA2A,
BTK, CCR6, CFAB, E2AK2, MC4R, MMP1, NOS2, NPY5R, PPAP, dan STAT1.
Berdasarkan hasil penambatan molekuler, senyawa bioaktif kategori flavonoid
propolis yang memenuhi aturan Lipinski sekaligus mempunyai sifat toksiksitas
rendah memiliki potensi sebagai kandidat obat antihiperinflamasi karena
mempunyai skor penambatan ligan yang jauh lebih rendah dan/atau jumlah
ii
interaksi yang lebih banyak dan kuat dibandingkan inhibitor konvensional protein.
Senyawa potensial tersebut antara lain dalam menghambat aktivitas protein BTK
yaitu baicalein-7-O-?-D glucopyranoside dengan skor penambatan sebesar ?10,32
kkal/mol dan kaempferol-7-O-?-L-rhamnoside dengan skor penambatan sebesar
?9,45 kkal/mol, dalam menghambat aktivitas protein CFAB yaitu 3'-methoxypuerarin dengan skor penambatan sebesar ?8,63 kkal/mol dan kaempferol-3-Orhamnoside dengan skor penambatan sebesar ?8,4 kkal/mol, dalam menghambat
aktivitas protein MMP1 yaitu viscidulin I dengan skor penambatan sebesar ?8,27
kkal/mol, dan dalam menghambat aktivitas protein NOS2 yaitu cosmosiin dengan
skor penambatan sebesar ?7,48 kkal/mol dan apigenin 4'-O-glucoside dengan skor
penambatan sebesar ?7,16 kkal/mol. Berdasarkan hasil simulasi dinamika
molekuler, ligan flavonoid propolis yang memiliki skor penambatan kuat dan
menunjukkan stabilitas yang baik dalam berinteraksi dengan residu asam amimo
penyusun protein antara lain baicalein-7-O-?-D glucopyranoside dalam
menghambat aktivitas protein BTK melalui 13 interaksi konstan pada residu
Leu408, Gly411, Gln412, Gly414, Ala428, Lys430, Thr474, Glu475, Tyr476,
Met477, Gly480, Arg525, dan Leu528; kaempferol-3-O-rhamnoside dalam
menghambat aktivitas protein CFAB melalui 4 interaksi konstan pada residu Tyr99,
Pro172D, Cys191, dan Trp215; fisetin dalam menghambat aktivitas protein MMP1
melalui 1 interaksi konstan pada residu Glu219; serta apigenin 4'-O-glucoside
dalam menghambat aktivitas protein NOS2 melalui 1 interaksi konstan pada residu
Val352. Kesimpulan yang diperoleh yaitu senyawa flavonoid dalam propolis
berpotensi menjadi kandidat obat antiinflamasi karena skor penambatannya dengan
molekul target yang rendah (negatif) melebihi obat konvensional, jenis interaksi
dan ikatan yang kuat, serta interaksi yang terbentuk antara protein dan ligan stabil.