digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Laju urbanisasi yang tinggi, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, dan perubahan pola konsumsi air dapat mengancam keberlanjutan suatu kawasan dan memicu munculnya kawasan water sensitive. Akses air dan sanitasi Kota Manado yang masih rendah serta tingginya kejadian banjir dan longsor menjadikan Kota Manado sebagai kawasan water sensitive. Sehingga diperlukan strategi peningkatan akses air bersih dan sanitasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi eksisting pengelolaan air dan sanitasi serta nilai-nilai sosial masyarakat agar diperoleh nilai indeks risiko sanitasi dan prioritas peningkatan akses air dan sanitasi sebagai dasar peyusunan strategi. Studi ini meninjau tiga kawasan water sensitive Kota Manado, yaitu Kawasan Singkil Satu, Wawonasa, dan Titiwungen Utara. Metode EHRA digunakan untuk menganalisis kondisi eksisting dan mendapatkan nilai IRS, metode AHP digunakan untuk menentukan prioritas, dan analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi. Sebanyak 76,33% masyarakat menggunakan air isi ulang untuk air minum, sebanyak 37,67% masyarakat menggunakan air ledeng untuk mandi dan cuci, sebanyak 73% masyarakat menggunakan cubluk untuk menampung tinja. Sedangkan air limbah mandi dan cuci langsung dibuang ke saluran drainase. Sebanyak 91% masyarakat mengelola sampah dengan cara dikumpulkan dan diangkut ke TPA. Nilai IRS Kawasan Singkil Satu sebesar 258 (kurang berisiko), Kawasan Wawonasa sebesar 347 (risiko sangat tinggi), dan Kawasan Titiwungen Utara sebesar 293 (risiko sedang). Bobot prioritas penyediaan air minum sebesar 0,295, drainase lingkungan sebesar 0,277, pengelolaan persampahan sebesar 0,276, dan pengelolaan air limbah domestik sebesar 0,153. Strategi peningkatan akses air bersih dan sanitasi adalah penegakan peraturan, membentuk lembaga pengawasan khusus, membangun sarana dan prasarana, serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat.