digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dalam penentuan datum pasang surut, umumnya dilakukan dengan berbagai metode, antara lain seperti metode analisis harmonik, Admiralty, dan analisis respon. Namun metode-metode tersebut memerlukan data pengamatan jangka panjang dan memiliki keterbatasan untuk analisis data pengamatan jangka pendek. Sementara ketersediaan data jangka panjang pada beberapa lokasi sulit didapat dan memerlukan biaya yang relatif tinggi. Saat ini telah berkembang suatu metode yang dapat digunakan dalam analisis data pasang surut jangka pendek, yaitu metode Complete Tidal Species Modulation with Tidal Constant Correction (CTSM+TCC). Metode ini dapat digunakan untuk memprediksi pasang surut di suatu lokasi (stasiun target) berdasarkan data pengamatan jangka pendek (setidaknya 25 jam) di lokasi tersebut yang beririsan dengan pengamatan stasiun referensi di sekitarnya. Stasiun referensi yang dimaksud harus memiliki tipe pasang surut yang sama dengan stasiun targetnya serta memiliki data pengamatan jangka panjang (satu tahun) pada periode pengamatan kapanpun. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengevaluasi penentuan datum pasang surut (dalam hal ini Lowest Astronomical Tide (LAT) dan Highest Astronomical Tide (HAT)) berdasarkan data pengamatan jangka pendek harian (25 jam) dan tujuh harian dengan menggunakan metode CTSM+TCC. Metode tersebut menggunakan nilai amplitudo dan fase spesies diurnal dan semidiurnal dari data pengamatan jangka panjang di stasiun referensi yang dikoreksi dengan nilai rasio amplitudo dan beda fase komponen K1 dan M2 antara stasiun target dan stasiun referensi yang diperoleh dari pengamatan jangka pendek. Pada penelitian ini hasil dari metode CTSM+TCC diberikan juga faktor koreksi dari spesies periode panjang (SSa dan Sa) dari stasiun referensi. Dengan konsep tersebut, maka dilakukan prediksi pasang surut untuk stasiun target selama 19 tahun untuk kemudian didapatkan nilai datum LAT dan HAT. Pada penelitian ini diasumsikan nilai LAT dan HAT yang digunakan sebagai datum acuan ialah nilai LAT dan HAT sesuai rekomendasi IHO, yaitu berdasarkan data pengamatan satu tahun dengan menggunakan metode analisis harmonik. Hasil prediksi dengan menggunakan metode CTSM+TCC memiliki rata-rata RMSE 17,140 cm (data pengamatan harian) dan 16,492 cm (data pengamatan tujuh harian). Sedangkan rata-rata RMSE setelah diberikan koreksi spesies periode panjang menjadi 13,771 cm (data pengamatan harian) dan 12,983 cm (data pengamatan tujuh harian). Pemberian faktor koreksi spesies periode panjang ini terbukti memperbaiki hasil prediksi dengan semakin mengecilnya nilai RMSE yang diperoleh. Nilai tersebut juga mendekati nilai rata-rata RMSE prediksi metode analisis harmonik dengan data satu tahun pengamatan yang bernilai 11,365 cm. Untuk datum pasang surut, rata-rata selisih nilai datum yang dihasilkan terhadap datum acuan ialah sebesar 8,336 cm (LAT) dan 5,751 (HAT) dari data pengamatan harian serta 8,138 cm (LAT) dan 3,981 cm (HAT) dari data pengamatan tujuh harian. Perlu menjadi catatan, pada dua dari empat stasiun target yang digunakan dalam penelitian ini selisih nilai datumnya (khususnya LAT) lebih besar dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain perbedaan karakteristik faktor astronomis pada kedua stasiun target tersebut dengan stasiun referensinya, serta faktor non astronomis yang mungkin sangat berpengaruh pada kedua stasiun tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian ini masih belum dapat disimpulkan secara akurat terkait keandalan dari metode CTSM+TCC untuk penentuan datum. Namun, metode ini sangat prospektif untuk keperluan-keperluan praktis tertentu terutama dalam segi efisiensi data pengamatan yang harus disediakan terhadap hasil yang diperoleh.