digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pada tahun 2015 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan konvensi yang diikuti oleh 196 negara termasuk Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, yang disebut dengan Paris Agreement. Hasil konvensi memperkirakan bahwa emisi CO2 harus dikurangi sebesar 3,5% setiap tahunnya hingga tahun 2050. Perkembangan teknologi serta kebijakan terkait PLTS telah menciptakan pasar yang sangat besar di Indonesia. Target 1 GW PLTS atap, baik menggunakan konsep Building-Integrated Photovoltaic (BIPV) maupun Building-Applied Photovoltaic (BAPV) sangat menarik. Proposal ini menunjukkan bahwa pada bangunan pabrik yang menggunakan konsep BIPV akan lebih hemat dan lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan konsep BAPV karena bisa memaksimalkan ruang yang ada. Hasilnya sistem BIPV menghasilkan energi sebesar 1.237,04 MWh sedangkan sistem BAPV hanya menghasilkan energi sebesar 832,80 MWh pada tahun pertama. Dari sisi finansial, sistem BIPV membutuhkan capital expenditure (CAPEX) 14,09% lebih besar dibanding dengan sistem BAPV. Tetapi sistem BIPV memiliki waktu balik modal 3,04 tahun lebih cepat dan memiliki kumulatif pendapatan selama 25 tahun umur sistem 81,84% lebih besar dari sistem BAPV. Dari segi reduksi jejak karbon, sistem BIPV mampu mereduksi 23.175 ton CO2, sedangkan untuk sistem BAPV hanya sebesar 15.602 ton CO2.