digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Setelah lebih dari 2 tahun, penyebaran pandemi COVID-19 masih terjadi di berbagai belahan dunia dan menyebabkan ratusan juta kasus kematian. Program vaksinasi pun telah dilakukan sebagai upaya untuk terus menekan pertambahan kasus COVID-19 dan menciptakan herd immunity. Namun, berbagai jenis vaksin yang telah diproduksi dan didistribusikan saat ini masih memiliki keterbatasannya masing-masing. Selain itu, terdapat kemungkinan untuk terjadi penurunan efektivitas respon vaksin yang ada saat ini terhadap varian virus SARS-CoV-2 baru yang kemungkinan masih dapat muncul akibat tingkat mutasi yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan platform vaksin COVID-19 yang spesifik dan efektif terhadap rentang varian SARS-CoV-2 yang luas masih dibutuhkan, salah satunya pengembangan vaksin multiepitope. Berbagai penelitian untuk mengembangkan konstruk vaksin multiepitope COVID-19 secara in silico telah dilakukan, salah satunya berupa fusi protein S dan NSP-3 SARS-CoV-2. Namun hasil rancangan vaksin secara in silico tersebut belum diujicobakan secara in vitro. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimasi ekspresi fusi protein S dan NSP-3 SARS-CoV-2 pada Escherichia coli BL21(DE3) sebagai protein kandidat vaksin multiepitope COVID-19. Plasmid pET-23a(+) yang telah diinsersikan gen pengode fusi protein S dan NSP-3 ditransformasikan pada E. coli BL21(DE3) kompeten. Konfirmasi keberadaan gen target pada bakteri rekombinan dilakukan dengan metoda PCR dan sekuensing DNA. E. coli BL21(DE3) transforman yang telah terkonfirmasi, diinduksi dengan pada suhu 25OC dengan variasi penambahan IPTG 0 mM, 0.05 mM, 0.1 mM, 0.25 mM, dan 0,05 mM serta variasi waktu induksi 2, 4, dan 6 jam. Analisis ekspresi protein rekombinan dilakukan dengan metoda SDS-PAGE. Purifikasi protein rekombina dilakukan dengan metoda kromatografi afinitas menggunakan kolom Ni-NTA. Hasil konfirmasi sekuensing menujukkan bahwa plasmid rekombinan mengandung gen target pengode fusi protein S dan NSP-3. Hasil ekspresi protein menujukkan bahwa protein fusi S-NSP3 dengan ukuran 34,5 kDa diduga berhasil didapatkan pada fraksi tidak larut. Berdasarkan analisis semi-kuantitatif dengan Image-J serta analisis statistik ANOVA dan uji Post Hoc, ditemukan bahwa variasi konsentrasi IPTG dapat mempengaruhi ekspresi protein secara signifikan (p<0.05), sedangkan lama waktu induksi tidak signifikan mempengaruhi ekspresi protein rekombinan (p>0.05). Kondisi optimal untuk ekspresi protein rekombinan adalah penambahan 0.25 mM IPTG dengan waktu induksi selama 2 jam. Purifikasi protein pada fraksi tidak laru berhasil dilakukan dan hasil tersebut telah dikonfirmasi dengan adanya pita berukuran 25-35 kDa pada analisis SDS-PAGE. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fusi protein S dan NSP-3 SARS-CoV-2 kandidat vaksin multiepitop berhasil diekspresikan pada fraksi tidak terlarut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kandidat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai vaksin multiepitope COVID-19 ketika sudah terkonfirmasi lebih lanjut melalui uji antigenisitas.