digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jantung merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Berdasarkan Data the Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2016, lembaga statistik kesehatan Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 17,7 juta orang meninggal, karena penyakit kardiovaskular, mewakili 32,26% dari kematian di dunia, dengan 63% berusia di atas 70 tahun, 29,13% berusia 50-69 tahun, dan 7,61% berusia 15-49 tahun. Hal ini diperkirakan akan terus meningkat sampai tahun 2030, dan mencapai angka 23,6 juta yang meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Data di Indonesia pada 2016, menyebutkan kematian akibat jantung mencapai 36,3 % dari total kematian. Angka yang cukup besar mengingat penyakit jantung dikategorikan sebagai penyakit tidak menular, yang sebenarnya dapat dimodifikasi dan dicegah. Jantung adalah mesin kehidupan. Oleh karena itu, jika jantung bermasalah, akan berakibat sangat fatal. Jantung memiliki mekanisme aliran listrik yang dicetuskannya sendiri guna berkontraksi atau memompa dan berelaksasi. Gangguan terhadap mekanisme aliran listrik jantung, mengakibatkan disfungsi pada bagian tertentu dari jantung dan menyebabkan perubahan sinyal jantung. Pentingnya pembacaan sinyal jantung untuk deteksi dini jantung, mengakibatkan berkembangnya alat untuk membaca sinyal jantung. Sinyal maupun detak jantung dapat diobservasi dengan teknologi elektrokardiogram (EKG) dan teknik auskultasi dengan stetoskop dalam bidang kardiologi klinis. Teknologi ini bersifat non invasif dan dapat digunakan untuk mempelajari aktivitas sensorik dan kognitif baik pada orang normal maupun dalam kondisi patologis. EKG yang berkembang saat ini terbatas pada gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T, dan kesulitan dalam mendeteksi kelainan struktural pada katup jantung dan cacat yang ditandai dengan murmur jantung. Penggunaan stetoskop konvensional juga cenderung sangat subyektif tergantung dari kepekaan telinga, noise lingkungan, kepekaan, amplitudo dan frekuensi yang rendah. Pola suara yang terdengar pun relatif sama dan suara tidak bisa disimpan. Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah dengan menggabungkan hasil analisis sinyal suara dari stetoskop dan sinyal jantung dari EKG. Korelasi hubungan dari kedua sinyal tersebut dapat menguatkan observasi pada jantung, ditinjau dari segi sistem sirkulasi dan elektrofisiologi jantung. Kekurangan dalam stetoskop yang menggunakan referensi EKG adalah bahwa waktu antara aktivitas listrik dan mekanik dalam siklus jantung tidak konstan untuk semua pasien, karena berbagai kondisi patologis. Oleh karena perlu dilakukan kajian multimodal sinyal suara stetoskop dan sinyal EKG untuk berbagai jenis kelainan jantung. Peneliti menggunakan metode komputasi untuk mendapatkan tingkat keakurasian hasil yang tinggi, menggunakan metode Fast Fourier Transform (FFT) dan wavelet dalam domain waktu dan frekuensi untuk pencirian sinyal dan algoritma Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk klasifikasi sinyal jantung normal dan aritmia. Dalam penelitian ini, juga dioptimalkan pada pengembangan perangkat keras stetoskop elektronik dan EKG, terutama pada rangkaian penguat, filter untuk hasil yang lebih akurat dalam menghilangkan noise, dan akuisisi data secara real-time. Tujuan penelitian ini interpretasi sinyal hasil perekaman sistem stetoskop elektronik dan sistem rekam jantung dan untuk observasi aktivitas jantung, dengan tahapan meliputi desain alat, pengambilan data, ekstraksi ciri, analisis sinyal dan klasifikasi sinyal. Ekstraksi ciri sinyal meliputi parameter HRV, P onset-offset, QRS onset-offset, T onset-offset, dan segmen ST. Pengujian respon sinyal suara jantung dilakukan dengan responden normal dan di poli jantung Rumah Sakit. Hasil karakteristik sinyal pada jantung normal menggunakan kajian FFT dan wavelet, teridentifikasi pola S1 berkisar dalam frekuensi antara 50-150 Hz, cenderung lebih rendah frekuensinya daripada S2. Sedangkan S2 memiliki frekuensi yang sedikit lebih tinggi di atas 150 Hz (antara 150-200 Hz). Sedangkan jantung dengan kelainan (murmur) memiliki rentang frekuensi sampai dengan 2000 Hz. Sedangkan pola sinyal jantung normal PQRST terletak pada rentang frekuensi 5-50 Hz. Karakteristik yang dihasilkan dari sistem rekam jantung, menunjukkan interval waktu P sekitar 0.089-0.182 detik, segmen PR pada rentang 0.116-0.201 detik, segmen QRS berada pada kisaran 0.027-0.036 detik, dan segmen ST pada rentang waktu 0.091-0.235 detik. Pengujian respon sinyal jantung dilakukan terhadap responden normal dan responden di poli jantung Rumah Sakit. Pengujian dilakukan dengan perlakuan aktivitas ringan maupun tanpa aktivitas pada responden normal, dengan pengukuran terhadap detak jantung, nilai rata-rata HR dan rata-rata RR. Analisis sinyal jantung terekam terhadap 20 responden normal dengan perlakuan aktivitas ringan, menghasilkan pola kenaikan nilai rata-rata HR, peningkatan nilai NN50 dan RMSDD, serta terjadi penurunan nilai rata-rata RR. Sedangkan pengelompoppkan responden berdasarkan kelas Indeks Massa Tubuh (IMT) dan usia, menghasilkan hubungan antara lain jika nilai IMT besar, maka HR besar, dan RR rendah, sedangkan untuk usia tidak berpengaruh terhadap nilai HR dan RR. Hasil spektrum daya dari sebaran pita frekuensi LF, HF dan VHF responden kondisi normal mempunyai rentang energi yang lebih tinggi daripada yang abnormal, pada umumnya daya tertingginya > 0.1 untuk normal, dan < 0.1 untuk yang abnormal. Pengoptimalan arsitektur jaringan dalam proses deteksi kelainan jantung, meliputi learning rate 0,02, 10 neuron hidden layer, jumlah iterasi (epoh) 1000, target error 0,001. Jaringan mampu mengenali 100% dari data yang dilatihkan. Jumlah data terbanyak yang dikenali oleh sistem JST adalah 119 data, dan, dengan epoch sebanyak 49 iterasi dalam waktu 00:01 detik, dan nilai MSE 0,000915. Validasi sistem stetoskop elektronik dilakukan dengan stetoskop elektronik komersil Littmann 3200, hasil tidak menunjukkan pola sinyal yang berbeda secara signifikan, sinyal terekam sudah menunjukkan pola S1 dan S2, dan sebaran frekuensi yang tidak jauh berbeda. Sedangkan hasil pengukuran sinyal jantung dibandingkan dengan sistem komersil ADAS1000 3-lead, dan EKG 12-lead di Rumah Sakit, menunjukkan bahwa pola yang terekam sudah mirip, walaupun belum memperlihatkan hasil angka yang tepat sama untuk daerah waktu dan sebaran frekuensinya, tetapi sudah menampilkan pola tren naik-turun yang sama. Sistem EKG hasil eksperimen dibandingkan dengan EKG komersil terdapat perbedaan hasil sekitar 5-10 %. Multimodal sinyal dilakukan menggunakan database dengan sampling yang sama pada 10 detik, dengan merekam sinyal jantung PQRST pada posisi tiduran dan suara jantung pada posisi duduk. Hasil eksperimen menunjukkan jumlah puncak R yang sama dengan jumlah puncak suara S1, dan juga jumlah puncak T dengan jumlah puncak suara S2, dengan rata-rata perbedaan waktu 0.016 detik, sehingga dapat disimpulkan hubungan pola sinyal yang teratur antara S1-S2 dan gelombang R-T, yaitu hubungan pada akhir dari puncak pertama gelombang QRS sinyal jantung akibat depolarisasi ventrikel (ventrikular berkontraksi) dan timbul suara jantung S1 serta hubungan dari akhir puncak berikutnya gelombang T sinyal jantung menunjukkan ventrikel repolarisasi dan muncul suara jantung S2. Hal ini sesuai fakta bahwa peristiwa listrik dalam aktivitas jantung terjadi sebelum peristiwa mekanis. Berdasarkan kajian parameter HRV, sinyal suara jantung dapat dimanfaatkan untuk menentukan parameter HRV, hasil menunjukkan jumlah puncak yang sama pada jantung normal, sedangkan pada jantung abnormal terdapat perbedaan hasil dikarenakan kondisi jantung abnormal mempunyai pola ritmik yang tidak tentu.