Bermunculannya toko parfum isi ulang di seluruh Indonesia dalam 20 tahun terakhir
menyebabkan meningkatnya permintaan minyak parfum impor. Oleh karena itu, berdirinya PT
Harkasha Kurnia Abadi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan minyak wangi impor.
Dalam prosesnya, PT HKA menghadapi beberapa masalah bisnis, yakni minyak wangi dengan
perputaran barang yang slow moving, minyak wangi dengan rasio perputaran persediaan 0 dan
minyak wangi dengan rasio perputaran persediaan yang undefined. Sayangnya, masalah ini
menyebabkan menurunnya service level ataupun menyebabkan dead stock. Penelitian ini
bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut dan memberikan beberapa solusi yang tepat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis memiliki 2 tujuan utama. Pertama yakni
menemukan dan memahami masalah bisnis utama, dan yang kedua yakni menentukan cara
yang paling efektif untuk memecahkan masalah tersebut. Kajian Business Situational Analysis
dan Current Reality Tree menunjukkan bahwa masalah utama berasal dari internal perusahaan.
Karyawan PT HKA tidak menguasai dan menerapkan teori dasar Inventory Management.
Masalah ini secara tidak langsung menurunkan Service Level. Untuk mengatasi masalah ini,
program pelatihan dengan menggunakan teori Reinforcement harus dilakukan. Teori ini
menyelaraskan program dengan tujuan perusahaan, yaitu untuk mengadaptasi sistem inventory
control yang paling tepat. Dalam menemukan sistem inventory control yang paling tepat, ada
tiga metode yang harus digunakan.
Pertama, Inventory Classification menunjukkan bahwa perusahaan perlu mengutamakan
Barang Kelas A dari Klasifikasi ABC dalam perhitungan pada metode selanjutnya. Pasalnya,
Barang Kelas A memiliki kontribusi terbesar terhadap pendapatan perusahaan. Kedua, setelah
melakukan perhitungan Demand Forecasting, peramalan Exponential Smoothing dengan 0.9 ?
harus dipilih oleh perusahaan. Hal tersebut dikarenakan metode ini memiliki MAD paling
rendah diantara yang lainnya. Ketiga, menurut perhitungan Inventory Model, dapat
disimpulkan bahwa model P-model lebih disukai setelah dilakukannya analisis sensitivitas.
Pasalnya, jika permintaan meningkat sebanyak 15%, model ini masih bisa memenuhi
permintaan. Selain itu, total biayanya tidak berbeda secara signifikan dengan Q-model.