digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Choerudin
PUBLIC Irwan Sofiyan

DS-TK-Choerudin-1-cover.pdf?
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Choerudin
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Choerudin
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Choerudin
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Choerudin
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Choerudin
PUBLIC Irwan Sofiyan

Teknologi lumpur granula aerobik (LGA, aerobic granular sludge) akan menjadi alternatif baru dalam pengolahan air limbah secara biologis pada masa yang akan datang. Penerapan LGA untuk pengolahan air limbah industri saat ini masih berada dalam proses penelitian dan akan mengarah pada pengolahan air limbah yang mengandung polutan kompleks seperti air limbah tekstil. Kendala yang masih dihadapi dalam penggunaan sistem LGA untuk pengolahan air limbah tekstil, yaitu rendahnya produktivitas pembentukan granula (sejumlah kecil granula dapat diproduksi dalam jangka waktu yang lama) dan rendahnya kestabilan LGA dalam jangka waktu operasi yang lama. Usaha untuk meningkatkan produktivitas pembentukan granula masih diperlukan. Penelitian ini berkaitan dengan pembentukan LGA dengan menggunakan air limbah tekstil sintetik dengan beberapa variasi sistem. Penelitian dilakukan melalui dua tahapan eksperimen. Eksperimen pertama mempelajari pengaruh mode operasi, yaitu sequencing batch reactor (SBR) dengan volume konstan (SB3) dan volume berubah (SB4), serta pengaruh rasio nutrisi COD:N:P, yaitu masing-masing sebesar 100 : 6,3 : 2,4 (1×P), 100 : 6,3 : 12 (5×P), dan 100 : 6,3 : 24 (10×P). Eksperimen kedua mempelajari pengaruh kondisi lingkungan, yaitu pH dan durasi aerasi. Studi pengaruh tersebut dilakukan agar mendapatkan gambaran peningkatan produksi LGA yang dapat dilakukan baik pada skala makro maupun mikro. Data-data hasil percobaan digunakan untuk membangun model empiris sehingga melalui model tersebut dapat ditentukan sistem yang terbaik untuk memproduksi granula. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan LGA sangat dipengaruhi baik oleh mode operasi maupun rasio nutrisi. Beberapa hal dalam pembentukan LGA hanya dipengaruhi oleh rasio nutrisi sehingga kombinasi yang tepat dari keduanya dapat berdampak baik pada pembentukan LGA. Sementara itu, pembentukan LGA lebih dipengaruhi oleh rasio nutrisi dan kurang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dampak peningkatan rasio nutrisi terhadap beberapa hal juga ditunjukkan dalam penelitian ini. Dampak pada skala makro di antaranya peningkatan akumulasi biomassa dan peningkatan laju pencapaian syarat lumpur granula. Dampak pada skala mikro di antaranya terhadap morfologi, yaitu peningkatan diameter rata-rata maksimum dan laju maturasi pada mode operasi tertentu, peningkatan kebulatan (circularity) dari rendah ke menengah, namun tidak pada kebundaran (roundness); dan terhadap mikrostruktur, yaitu peningkatan potensi sedimentasi, potensi penurunan keberlimpahan jumlah mikroba namun sekaligus pengayaan jenis mikroba fungsional tertentu. Mekanisme usulan pembentukan LGA yang berkaitan dengan peningkatan nutrisi juga dihasilkan dari penelitian ini. Penelitian ini menghasilkan “assessment tools” / perangkat penilaian terhadap suatu sistem dalam memproduksi LGA yang mempertimbangkan beberapa aspek penilaian. Hasil ini sangat bermanfaat untuk pembentukan LGA pada skala yang lebih besar atau pada jenis air limbah lainnya. Namun demikian, hasil ini terbatas hanya untuk sistem yang mengikuti model linear-eksponensial dalam pengakumulasian biomassa dan dalam transformasi biomassa dari flokula menjadi granula, serta mengikuti model unifikasi-Gompertz dalam maturasi ukuran granula. Parameter-parameter turunan yang dapat memberikan penilaian terhadap sistem pembentukan LGA yaitu: (1) “Indeks akumulasi lumpur” yang menilai banyaknya LGA yang dapat diproduksi; (2) “Indeks transformasi lumpur” yang menilai cepatnya lumpur flokula bertransformasi menjadi lumpur granula; dan (3) “Indeks proporsi granula” yang menilai besarnya granula yang dapat diproduksi yang proporsional terhadap laju pembentukannya. Dengan demikian, sistem yang menghasilkan LGA yang banyak, cepat, dan bagus (seragam ukuran dan bentuknya) dapat diketahui. Hasil terbaik dari penelitian ini adalah kombinasi sistem SB3 dengan rasio nutrisi 5×P. LGA yang diproduksi dari sistem tersebut memiliki akumulasi biomassa terendah sebesar 2,7 g/L dengan laju akumulasi sebesar 0,16 g/L/hari. LGA ini mencapai SVI = 90 mL/g (sebagai syarat lumpur granula) pada hari ke 11 granulasi. Kinerja penyisihan COD dan warna dari LGA tersebut berturut-turut mencapai 81% dan 95%. LGA tersebut berukuran sedang (1,0 – 1,4 mm) dengan laju maturasi sebesar 0,16 mm/hari dan bentuknya seragam, yaitu dengan kebulatan rendah sebesar 0,55 ± 0,11 dan kebundaran menengah sebesar 0,63 ± 0,11. LGA tersebut memiliki keberlimpahan jumlah mikroba 589 OTU (operational taxon units) dengan keunikan mencapai 37% (jenis mikroba belum teridentifikasi secara taksonomi). LGA tersebut terdiri dari kelompok mikroba jenis pengurai zat organik dan pengurai zat warna tekstil yang didominasi oleh bakteri jenis Thermomonas dan Rhodanobacter dengan ciri fisiologis khas berupa fakultatif anaerob, membentuk biofilm, dan tahan kondisi ekstrim. Peluang penelitian ke depannya adalah mempelajari lebih lanjut hubungan antara ragam dan keberlimpahan komunitas mikroba dan kandungan partikel endapan yang ditemukan di dalam LGA terhadap kinerja pengolahan ataupun terhadap kestabilan LGA. Peluang lainnya adalah mengembangkan model yang lebih universal yang memuat aspek kuantitas dan kualitas granula yang dihasilkan serta menggambarkan kestabilan pada jangka waktu yang lama.