digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penerapan Undang-Undang No.8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dalam penjaminan seluruh aspek dasar dalam kehidupan orang dengan disabilitas terus dilaksanakan, salah satunya dalam penjaminan akses terhadap pendidikan tinggi yang inklusif. Penelitian ini mencoba untuk mendorong situasi inklusif disabilitas pada sekolah bisnis sebagai salah satu bentuk dari pendidikan tinggi di Indonesia dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan yang terjadi dan memberikan solusi berupa peningkatan aksesibilitas. Penelitian ini berbasis studi kasus di program MAB SBM ITB kampus Bandung. Penelitian ini mengadopsi teori sistem ekologi Bronfenbrenner (1992) yang menunjukkan pertumbuhan anak dipengaruhi oleh intervensi lingkungan disekitarnya. Pada kerangka konseptual, peneliti menggunakan empat hambatan umum yang sering ditemui; hambatan struktural/institusi, hambatan perilaku/sikap, hambatan individu/personal, dan hambatan lingkungan/prosedural. Alat penelitian yang digunakan adalah wawancara dan kuesioner daring. Ada sejumlah 80 responden yang mengisi kuesioner dan 6 infroman yang mengikuti wawancara. Hasil riset ini ditujukan untuk mengatasi dua hambatan (hambatan struktural/institusional dan hambatan sikap/perilaku). Ada tujuh kondisi yang terjadi dalam dua hambatan tersebut. Secara tidak sengaja, hambatan lingkungan/prosedur, yang tidak diukur sebelumnya, muncul pada proses pengambilan data. Temuan ini lantas dianalisis menggunakan proses Current Reality Tree (CRT) untuk diketahui akar permasalahannya. Terdapat dua penyebab utama (akar permasalahan) yang ditemukan; rendahnya kesadaran disabilitas dan penekanan hanya pada kompetensi semata (academic ableism). Dalam menyelesaikan dua kondisi tersebut, ada enam usulan solusi yang dikemukakan. Tiga solusi pertama untuk mengatasi rendahnya kesadaran disabilitas (Pelatihan peningkatan kesadaran disabilitas, aktivitas berbasis mahasiswa untuk mendorong inklusi disabilitas, dan pelatihan desain universal). Sedangkan tiga solusi sisanya, diajukan untuk mengatasi penekanan hanya pada kompetensi semata, academic ableism (Inisiasi pembuatan kebijakan inklusif dan afirmatif, akomodasi yang layak (desain tanpa hambatan, dan Program inkubasi layanan disabilitas dengan kantor layanan disabilitas yang telah ada melalui Sister Program). Keseluruhan usulan program ini kemudian dilanjutkan dalam satu payung program bertajuk inisiatif “A be(for)e B” (Accessibility for Business Education Initiative) untuk memudahkan impelementasi program.