Abstrak Rosetyati Retno Utami (35315001).pdf)u
PUBLIC Open In Flip Book Garnida Hikmah Kusumawardana
Sebagai sumber air untuk Jakarta dan Jawa Barat, Sungai Citarum saat ini berada pada kondisi
yang kritis. Sungai Citarum sempat dinyatakan sebagai salah satu dari 10 tempat terkotor di
dunia berdasarkan artikel yang dimuat oleh The Daily Star pada 2013. Dari berbagai zat
pencemar yang ada di sungai, Contaminants of Emerging Concern (CECs) merupakan salah
satu kelompok kontaminan yang menjadi perhatian dunia saat ini. CECs dapat memberikan
efek yang berbahaya pada ekosistem perairan dan kesehatan manusia. Studi ini bertujuan untuk
menerapkan serangkaian metode penilaian risiko di DAS Citarum Hulu. Serangkaian metode
penilaian risiko yang dikembangkan pada studi ini, meliputi pemodelan runoff untuk
memprediksi konsentrasi CECs di aliran sungai, validasi model dengan passive sampling,
prioritisasi risiko, estimasi uptake dan risiko bahaya paparan, serta prediksi pengaruh paparan
terhadap manusia dengan model matematis. Metode ini diaplikasikan pada kelompok CECs
jenis pestisida, yang level penggunaannya sangat tinggi di DAS Citarum Hulu dikarenakan
kegiatan pertanian yang masif. Studi ini dimulai dengan mengestimasi penggunaan pestisida
di area pertanian DAS Citarum Hulu dengan melakukan survei penggunaan pestisida pada 174
petani di delapan kecamatan sepanjang DAS Citarum dengan metode random walk and quota
sampling. Hasil survei menunjukkan 31 pestisida digunakan untuk 21 jenis tanaman.
Profenofos dan Mancozeb merupakan dua pestisida yang paling sering digunakan. Secara
keseluruhan, estimasi penggunaan pestisida di area studi relatif tinggi, dengan rata-rata
penggunaan tahunan sebesar 24,6 kg/ha/tahun.
Data hasil survei kuesioner penggunaan pestisida dimasukkan sebagai input model runoff
untuk memprediksi konsentrasi pestisida (PECs) di air sungai. Hasil pemodelan kemudian
divalidasi dengan konsentrasi hasil pengukuran (MECs) di Sungai Citarum dengan
menggunakan teknik passive sampling. Metode prioritisasi risiko ekologi dan kesehatan
diaplikasikan pada hasil konsentrasi PECs dan MECs. Ranking risiko pestisida berdasarkan
PECs, secara umum menunjukkan hasil yang sesuai dengan ranking berdasarkan MECs hasil
dari passive sampling. Hasil prioritisasi menunjukkan intake pestisida melalui konsumsi air
sungai diprediksi tidak menyebabkan risiko pada kesehatan manusia (CDI/HRV < 1), namun
beberapa menyebabkan risiko substansial pada ekosistem akuatik (PEC/PNEC > 1) seperti
Profenofos (5,2E+01), Propineb (3,6E+01), Chlorpyrifos (2,6E+01), Carbofuran (1,7E+01),
Imidacloprid (9,4E+00), Methomyl (7,6E+00), dan Chlorantraniliprole (3,6E+00). Dari hasil
prioritisasi risiko, Chlorpyrifos terpilih menjadi pestisida yang disimulasikan pada pemodelan
paparan manusia.
Pada studi ini, input dari model paparan pestisida dapat diperoleh dari pola penggunaan air oleh
masyarakat di DAS Citarum Hulu. Survei kuesioner kebiasaan penggunaan air dilakukan
dengan wawancara personal terhadap 217 responden dari Kampung Ciwalengke, dimana
penduduknya masih memanfaatkan Sungai Citarum sebagi sumber airnya sehari-hari. Hasil
survei menunjukkan volume total rata-rata penggunaan air adalah 114,6 L/orang/hari. Hasil
survei ini digunakan sebagai input model paparan eksternal Chlorpyrifos dengan menggunakan
Model NORMTOX dan Simulasi Monte Carlo. Output model pobabilistik NORMTOX
menunjukkan nilai uptake total Chlorpyrifos (dari rute paparan oral dan dermal) untuk kategori
usia 18-65 tahun adalah 2,46E-05 mg/kg/hari, dan 2,58E-05 mg/kg/hari untuk kategori usia 65-
75 tahun. Sedangkan, hasil output model berupa hazard quotient (????????) menunjukkan nilai
0,0142 untuk kelompok usia 18-65 tahun dan 0,0202 untuk kelompok usia 65-75 tahun. Nilai
risiko ???????? Chlorpyrifos untuk kedua kelompok usia diprediksi tidak menimbulkan risiko
kesehatan yang berbahaya karena nilainya yang < 1. Namun, perlu diingat bahwa walaupun
risiko kesehatan yang muncul kecil, rute paparan lain dan efek interaksi antar pestisida tidak
diikutsertakan dalam penilaian risiko pada studi ini.
Tahap selanjutnya dalam pemodelan paparan Chlorpyrifos adalah simulasi paparan internal
dengan Model PBPK/PD menggunakan Rstudio dan PopGen. Paparan Chlorpyrifos
dimodelkan pada manusia dengan usia rata-rata 45 tahun (sesuai hasil survei kuesioner
penggunaan air) dengan memprediksi respon konsentrasi Chlorpyrifos (CPF) dan
Chlorpyrifos-oxon (CPF-oxon) dalam darah dan otak sebagai biomarker pada tubuh manusia.
Model juga mensimulasikan respon inhibisi enzim ChE dalam sel darah merah (RBC), plasma
darah, dan otak. Simulasi model dengan rentang paparan 0,1 – 100 mg/kg, menunjukkan
semakin tinggi dosis paparan maka terjadi peningkatan kadar CPF dan CPF-oxon dalam darah
dan otak. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Chlorpyrifos, maka
aktivitas enzim dalam RBC, plasma darah, dan otak akan menurun. Paparan Chlorpyrifos juga
disimulasikan terhadap fungsi usia, dimana nilai uptake Chlorpyrifos dari Model NORMTOX
sebesar 0,03 µg/kg dan nilai kontrol pembanding sebesar 1 µg/kg dimasukkan dalam simulasi
PBPK/PD. Nilai uptake Chlorpyrifos dari NORMTOX menghasilkan respon yang tidak terlihat
pada tubuh manusia selama masa hidupnya, sebaliknya nilai uptake pembanding menunjukkan
respon yang signifikan. Hasil ini secara umum menunjukkan hasil yang sejalan dengan estimasi
nilai risiko kesehatan Chlorpyrifos pada tahap prioritisasi risiko (RIhum) dan pemodelan
NORMTOX (????????) sebelumnya.