digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Daniel Siswanto
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB I.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB II.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB III.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB IV.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB VI.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB V.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB VII.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

Karakteristik pekerjaan mengemudikan kereta api yang monoton namun berisiko tinggi menuntut kewaspadaan yang tinggi selama mengemudi. Penurunan kewaspadaan atau perhatian berkelanjutan saat mengemudikan kereta api disebut sebagai faktor yang menyebabkan kecelakaan. Penurunan tersebut dapat terjadi karena kantuk atau kelelahan akibat kekurangan tidur. Kekurangan tidur ini sering terjadi pada transportasi kereta api yang umumnya menggunakan sistem shift sehingga cenderung membatasi durasi tidur. Untuk meminimasi risiko kecelakaan kereta api akibat penurunan kewaspadaan, maka perlu dievaluasi tingkat kewaspadaan pengemudi sebelum mengemudi. Selama ini evaluasi kesiapan mengemudi sudah dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan dan wawancara terkait kondisi kelelahan. Namun ini tidak cukup karena tidak dapat mendeteksi tingkat kewaspadaan. Karenanya dibutuhkan metode uji kewaspadaan yang valid, akurat, dan sensitif untuk melengkapi uji kesehatan yang sudah dilakukan. Sejauh ini, Psychomotor Vigilance Task (PVT) yang mengukur kewaspadaan dengan indikator kecepatan reaksi dianggap sebagai standar emas pengukuran kewaspadaan. Banyak penelitian menyebut PVT valid dan sensitif untuk mengukur perubahan kewaspadaan akibat kekurangan tidur. Namun sejauh ini tidak ada penelitian yang menggunakannya dalam konteks aktivitas mengemudikan kereta api yang monoton. Di lain pihak, Sustained Attention Test (SAT) menawarkan pengukuran kewaspadaan bukan hanya dengan indikator kecepatan reaksi namun juga memori kerja yang memainkan peran penting dalam fungsi kewaspadaan. SAT sudah digunakan untuk menguji kewaspadaan pengemudi kereta api di Belgia dan dinyatakan mampu membedakan kondisi fit dan unfit pengemudi akibat masalah tidur. Meskipun baru dan belum banyak dikenal, SAT juga berpotensi menjadi metode evaluasi kewaspadaan untuk pengemudi kereta api. PVT atau SAT berpotensi menjadi alternatif metode pengukuran kewaspadaan bagi pengemudi kereta api sebelum mengemudi. Namun, kinerja keduanya masih perlu diselidiki lebih jauh dalam kondisi yang sering dialami pengemudi, yaitu kekurangan tidur, monotonitas, dan perbedaan shift kerja (time of day). Kinerja dievaluasi dari tiga aspek yaitu validitas, akurasi, dan sensitivitas. Selain itu, apabila digunakan untuk evaluasi kewaspadaan, maka perlu ditentukan hasil pengukuran (outcome metrics) yang dapat dijadikan acuan dan nilai pisah batas (cut-off point) yang mampu membedakan tingkat kewaspadaan. Sejauh ini belum ada penelitian yang menilai kinerja keduanya dalam kaitan dengan pekerjaan mengemudikan kereta api serta menentukan hasil pengukuran dan nilai pisah batasnya yang dapat dipakai sebagai acuan untuk evaluasi kewaspadaan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja PVT dan SAT serta menentukan hasil pengukuran yang dapat dijadikan acuan evaluasi kewaspadaan serta nilai pisah batasnya. Penelitian ini dibagi dalam dua studi yang melibatkan simulasi aktivitas mengemudikan kereta api. Faktor keamanan dan tidak adanya perbedaan kinerja yang signifikan dengan kondisi nyata menjadi alasan digunakannya simulator pada penelitian ini. Studi I bertujuan untuk menguji validitas PVT dan SAT pada durasi tidur yang dibatasi (4, 6, dan 8 jam). Validitas dinilai dengan analisis pola perubahan kewaspadaan, uji Two-way repeated measures ANOVA, dan korelasi. Studi II bertujuan untuk menilai kinerja PVT dan SAT berdasarkan validitas, akurasi, dan sensitivitasnya. Selain itu, ditentukan juga hasil pengukuran dan nilai pisah batas yang dapat digunakan sebagai acuan evaluasi kewaspadaan. Analisis pola perubahan kewaspadaan, uji Three-way Mixed ANOVA, korelasi, regresi logistik, dan Receiver Operating Characteristics (ROC) digunakan pada Studi II ini. Hasil penelitian ini menunjukkan SAT sensitif terhadap kondisi kekurangan tidur dan monotonitas pada simulasi aktivitas mengemudikan kereta api. Namun, tidak ada perbedaan kewaspadaan hasil pengukuran SAT antara shift pagi dan siang. SAT menunjukkan korelasi kuat dengan PVT, KSS, dan relative band powers EEG yang menunjukkan validitas kriteria yang tinggi. SAT juga memiliki akurasi dan sensitivitas tinggi untuk membedakan kewaspadaan rendah dan tinggi. Empat hasil pengukuran SAT yang dapat digunakan untuk acuan evaluasi kewaspadaan adalah number of missed targets (%), number of delayed responses (%), mean 1/RT (1/detik), dan mean RT (milidetik). PVT juga sensitif terhadap kondisi kekurangan tidur dan monotonitas pada simulasi aktivitas mengemudikan kereta api. Namun, tidak ada perbedaan kewaspadaan hasil pengukuran PVT antara shift pagi dan siang. PVT menunjukkan korelasi kuat dengan KSS dan relative band powers EEG yang menunjukkan validitas kriteria yang tinggi. PVT juga memiliki akurasi dan sensitivitas tinggi untuk membedakan kewaspadaan rendah dan tinggi. Tiga hasil pengukuran PVT yang dapat digunakan untuk acuan evaluasi kewaspadaan adalah minor lapses (%), mean 1/RT (1/detik), dan mean RT (milidetik). Dapat disimpulkan bahwa SAT dan PVT memiliki kinerja yang baik untuk mengukur kewaspadaan pada pengaruh kekurangan tidur dan monotonitas. Namun, SAT memiliki kelebihan dalam melibatkan memori kerja untuk uji kewaspadaan dengan hasil pengukuran number of missed targets.