ABSTRAK Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 1 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 2 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 3 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 4 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 5 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 6 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira BAB 7 Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira 2021 DS PP FITRI RAHMAFITRIA_BAB 8.pdf)u
PUBLIC Yoninur Almira PUSTAKA Fitri Rahmafitria
PUBLIC Yoninur Almira 2021 DS PP FITRI RAHMAFITRIA_LAMPIRAN.pdf)u
PUBLIC Yoninur Almira
Efek aksesibilitas terhadap perilaku wisatawan di kawasan konservasi masih
menjadi perdebatan para peneliti. Beberapa peneliti menjelaskan adanya pengaruh
signifikan tipe akses terhadap perilaku wisatawan. Sementara peneliti lain
berargumen bahwa aksesibilitas bukanlah komponen utama dalam pengambilan
keputusan wisatawan. Namun sejauh ini belum ada peneliti yang menjelaskan
bagaimana kaitan antara kemudahan akses dengan tipologi wisatawan dan efeknya
terhadap perilaku abai yang merusak lingkungan atau mengancam keselamatan diri.
Atas dasar kesenjangan ini, riset disusun dengan hipotesis dasar: “Persepsi
aksesibilitas berpengaruh terhadap meningkatnya motivasi serta preferensi
hedonistik, sehingga ditemui wisatawan yang potensial melakukan tindakan abai di
kawasan konservasi”.
Disertasi ini disusun melalui 3 tahap, pertama merumuskan konsep aksesibilitas
wisata di kawasan konservasi. Kedua, eksplorasi pengaruh aksesibilitas terhadap
motivasi dan preferensi hedonistik yang menjadi dasar perilaku abai. Ketiga,
menyusun tipologi wisatawan yang baru di kawasan konservasi.
Studi dilakukan dengan pendekatan positivistik karena diawali dengan perumusan
argumen teoretis yang dibuktikan dalam penelitian. Penelitian dilakukan di Taman
Nasional Komodo (TNK) yang merupakan destinasi wisata prioritas di Indonesia,
populer di tataran internasional. TNK mengalami peningkatan jumlah pengunjung
yang tajam sejak tahun 2016, dan sebagian besar wisatawannya memiliki perilaku
hedonistik. Karakteristik ini menjadikan TNK sebagai kawasan dengan segmentasi
wisatawan yang luas, sehingga dapat diperoleh responden dengan kondisi fisik dan
psikologis yang beragam. Sesuai dengan tahapannya, riset ini menggunakan tiga
analisis data statistik, yaitu Analisis Faktor, Analisis SEM-PLS dan Analisis non
hirarki K-Mean Cluster. Data dasar diperoleh dari kuisioner yang disebarkan
kepada wisatawan secara daring menggunakan pendekatan convenience sampling.
Data berasal dari 534 responden yang merupakan wisatawan mancanegara dan
domestik, yang berkunjung ke TNK pada rentang tahun 2016 hingga 2019.iv
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesibilitas wisata konservasi terdiri atas tiga
dimensi, yaitu dimensi destinasi, dimensi individu dan dimensi konservasi. Secara
teoretis aksesibilitas wisata konservasi tidak bisa dimaknai tunggal, karena ada
unsur kemudahan dan hambatan yang harus dipertimbangkan secara bersamaan.
Pemahaman aksesibilitas yang terperinci akan mampu menjawab pengaruh
aksesibilitas terhadap perilaku wisatawan, karena mengaitkan antara pendekatan
geografis dengan psiko-sosial.
Riset ini juga menunjukkan bahwa melalui konsep aksesibilitas yang spesifik, dapat
dibuktikan adanya pengaruh antara kemudahan akses dengan meningkatnya
motivasi eksternal wisatawan untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan
sosial dalam berwisata. Mereka menginginkan sarana prasarana yang lebih mudah
dan nyaman, serta pembangunan yang lebih massif di kawasan konservasi. Hal ini
dapat menjadi ancaman bagi kawasan konservasi karena menunjukkan adanya
potensi perilaku abai dari wisatawan yang dapat meningkatkan kerusakan
lingkungan dan kecelakaan wisata.
Selain ditemukannya tipe real ecotourist dan relaxing nature tourist, riset ini juga
menemukan adanya 2 tipe wisatawan baru yang berpotensi melakukan tindakan
abai selama berwisata. Pertama, tipe adventure hedonistik tourist, yaitu mereka
yang memiliki keterampilan wisata petualangan dan motivasi kebanggaan yang
tinggi, sehingga dapat bertindak omnipotent dan merasa invulnerability. Kedua
high risk hedonistik tourist, yaitu wisatawan yang memiliki kesenjangan persepsi
aksesibilitas individu yang tinggi karena rendah keterampilan wisata
petualangannya namun motivasi kebanggaannya tinggi, sehingga berpotensi
melakukan tindakan yang mencelakakan diri atau orang lain. Kedua tipe ini menjadi
bukti adanya efek aksesibilitas terhadap keberadaan tipe wisatawan abai ke
kawasan konservasi.
Riset ini memberikan kontribusi terhadap teori aksesibilitas, bahwa karakteristik
aksesibilitas wisata konservasi berbeda dengan aksesibilitas transportasi perkotaan
pada umumnya yang kuat pada dimensi fisik. Aksesibilitas wisata konservasi
memiliki dimensi individu yang lebih kuat menggambarkan persepsi aksesibilitas
secara keseluruhan. Selain itu temuan telah mengembangkan Teori Determinasi
Diri (SDT), bahwa dalam konteks wisata, kemudahan akses berpengaruh signifikan
terhadap seluruh bentuk motivasi pada rentang intrinsik hingga ekstrinsik. Berbeda
dengan SDT yang menjelaskan bahwa jika kemudahan fisik sebagai salah satu
faktor eksternal, berpengaruh terhadap motivasi intrinsik, maka pengaruh pada
motivasi ekstrinsiknya tidak akan signifikan, begitupun sebaliknya. Meskipun hasil
penelitian ini mengkonfirmasi efek aksesibilitas terhadap perilaku wisatawan,
namun ternyata aksesibilitas bukan variabel yang paling baik dalam membangun
tipologi wisatawan. Bahkan pengaruh aksesibilitas terhadap perilaku wisatawan
relatif kecil. Motivasi tetap menjadi variabel yang penting dalam tipologi, namun
integrasi dengan aksesibilitas subyektif dan obyektif akan mampu menjelaskan
perilaku abai wisatawan di kawasan konservasi.
Riset ini juga menunjukkan bahwa peran ilmu psikologi dan sosial sangat pentingv
dalam perencanaan kawasan wisata konservasi. Ontologi dasar yang dapat ditarik
dari kajian aksesibilitas terhadap teori perencanaan menjelaskan bahwa perilaku
individu penting dieksplorasi dan dipertimbangkan dalam perencanaan karena akan
berkontribusi pada perilaku kolektif populasi. Perilaku populasi yang buruk, lahir
dari pemahaman dan sikap individu yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa
eksplorasi kajian psikologi penting dilakukan secara ekstensif melalui berbagai
studi kasus perencanaan kawasan yang berbeda, untuk mengembangkan teori
perencanaan. Dengan meningkatnya kecenderungan wisata alam di kawasan
konservasi, maka secara praktis, riset ini bermanfaat bagi perencana dan pengelola
kawasan wisata konservasi. Kebijakan membuka akses wisata di kawasan
konservasi perlu dipertimbangkan secara komprehensif sesuai dimensi
aksesibilitas, sehingga dapat membangun perilaku wisatawan yang positif. Selain
itu ditemukannya tipologi wisatawan yang abai di kawasan konservasi
menunjukkan bahwa penting menyusun program edukasi kepada wisatawan saat
berada di destinasi, sebagai salah satu bentuk pencegahan dan pengawasan perilaku
wisatawan. Selain itu pemerintah harus mempersiapkan sertifikasi ekowisata pagi
pemandu dan manajemen destinasi, yang menjamin proses edukasi mengenai
konservasi berjalan sesuai standar.