digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Afdhal Tisyan
PUBLIC Alice Diniarti

Fotoperiode merupakan salah satu sinyal kuat yang mengontrol perubahan fisiologi hewan secara musiman. Tikus (Rattus norvegicus) adalah jenis hewan model yang diketahui memperlihatkan sinkronisasi ritme sirkadian dalam panjang hari yang berbeda. Cahaya biru (blue light, bl) merupakan komponen spektrum cahaya tampak yang menjadi stimulus non-visual penting, diterima oleh retina dan diteruskan ke pusat jam biologis tubuh di nukleus suprakiasmatik (SCN). SCN merelai informasi fotoperiode dan membangkitkan respons seperti perubahan tingkat metabolisme yang diatur dalam regulasi hormon tiroid (TH) secara sentral di hipotalamus maupun di jaringan adiposa melalui mekanisme deiodinasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh bl terkait respons fotoperiode tikus galur Wistar dilihat dari perbedaan level hormon tiroid dan ekspresi deiodinase. Respons fisiologis tikus diuji pada perlakuan fotoperiode pendek (short day/SD), durasi 8 jam terang/hari, dan fotoperiode pendek panjang (long day/LD), durasi 16 jam terang/hari. Setiap kelompok fotoperiode terdiri dari kelompok (1) tanpa paparan bl (white-SD/WSD) atau hanya menerima paparan cahaya LED putih (white-LD/WLD), (2) paparan bl dalam fotoperiode pendek (blue-SD/BSD) dan fotoperiode panjang (blue-LD/BLD), serta (3) fotoperiode 12 jam terang/hari tanpa paparan bl sebagai kontrol. Paparan cahaya biru diberikan pada Zeitberger (ZT) yaitu ZT2–ZT6 dan ZT4–ZT12 masing-masing pada tikus BSD dan BLD. Parameter yang diamati adalah massa tubuh, asupan makanan, dan perilaku pasca pemaparan fotoperiode. Pengukuran konsentrasi hormon T3 dan T4, dan tingkat ekspresi gen deiodinase (DIO2 dan DIO3) di hipotalamus serta jaringan adiposa coklat interskapular (iBAT) dilakukan untuk mengetahui mekanisme hormonal yang memengaruhi perubahan berbagai parameter yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan fenotipe tikus yang kontras diantara kedua perlakuan fotoperiode yang dipaparkan bl. Tikus BLD memiliki massa tubuh yang lebih berat, serta asupan makanan dan konsentrasi T3 yang lebih rendah relatif terhadap tikus BSD. Paparan cahaya biru mengakibatkan kecenderungan asupan makanan yang lebih tinggi pada tikus SD, meskipun menghasilkan massa tubuh yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tikus LD. Hal ini menunjukkan efisiensi energi pertumbuhan tikus BSD yang lebih rendah dibandingkan tikus BLD. Dalam pengaturan jumlah T3 lokal, paparan cahaya biru memberikan efek penekanan terhadap ekspresi DIO2 di hipotalamus tikus SD dan iBAT tikus LD, serta penekanan ekspresi DIO3 di hipotalamus tikus LD. Perubahan ekspresi gen deiodinase di hipotalamus dan BAT memperlihatkan kompensasi yang nyata terhadap jumlah T3 plasma tikus LD. Tingkat stres yang lebih tinggi diperlihatkan semua tikus perlakuan bl dibandingkan tikus kontrol yang terlihat dari tingginya lokomosi dan aktivitas gerakan vertikal dalam open field test (OFT). Tikus WLD memperlihatkan perilaku stres yang lebih tinggi dibandingkan tikus WSD, sedangkan di bawah paparan bl, tikus BLD memperlihatkan efek penekanan stres yang paling nyata jika dibandingkan dengan tikus WLD. Rendahnya perilaku stres juga diikuti oleh level ekspresi DIO2 yang lebih tinggi dan DIO3 yang lebih rendah di hipotalamus, terlihat dengan baik pada tikus LD. Hal ini membuktikan adanya hubungan yang positif antara peningkatan perilaku stres dengan inaktivasi hormon tiroid. Cahaya biru memberikan efek positif terhadap massa tubuh tikus BLD walaupun dengan asupan makanan dan level T3 plasma yang lebih rendah. Sebaliknya, tikus BSD dengan keseimbangan energi yang lebih negatif memperlihatkan massa tubuh yang lebih rendah dan kompensasi asupan makanan yang tinggi. Efek ini didukung oleh penekanan ekspresi DIO2 di hipotalamus tikus BSD dan DIO3 tikus BLD. Massa tubuh tikus BLD yang lebih tinggi juga didukung oleh level DIO2 yang lebih rendah di iBAT. Sebagai kesimpulan, paparan cahaya biru memberikan efek yang signifikan dalam pengaturan hormon tiroid bergantung fotoperiode. Temuan ini menunjukkan relevansi regulasi hormon tiroid di hipotalamus dan adiposa coklat terhadap perubahan massa tubuh dan asupan makanan. Cahaya biru memberikan efek penekanan perilaku stres terutama dalam fotoperiode panjang dibandingkan tanpa paparan cahaya biru, dan rendahnya perilaku stres ini ditemukan sejalan dengan massa tubuh yang lebih berat.