PT XYZ mengalami permasalahan terkait pemborosan berat berlebih (overweight
loss) produk pada lajur produksi 1. Pemborosan berat berlebih terjadi ketika satu
slug Biskuit X memiliki berat di atas Upper specification limit (USL) dan
pemborosan berat berlebih adalah penyebab kerugian material terbesar di PT XYZ.
Pengurangan pemborosan berat berlebih pada lajur 1 PT XYZ dilakukan dengan
prinsip-prinsip Lean Six Sigma. Prinsip-prinsip Lean Six Sigma umum digunakan
untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan kapabilitas proses. Adapun
metode yang digunakan adalah penentuan Critical to Quality (CtQ), pemetaan
proses, perancangan eksperimen, dan merumuskan serta melaksanakan perbaikan
untuk meningkatkan kapabilitas proses. Proses pada lajur 1 yang menjadi fokus
utama adalah proses forming, baking, dan packaging. CtQ berfokus pada
karakteristik keseragaman bentuk dan berat biskuit yaitu berat adonan, berat
basecake, berat biskuit, ketebalan biskuit, dan diameter biskuit.
Perancangan eksperimen difokuskan untuk mengoptimasi tiga variabel yang
berpengaruh pada keseragaman wujud biskuit jadi yaitu; berat amonium bikarbonat
pada proses mixing dan setelan parameter mesin pada area forming yaitu ketebalan
gaugeroll 3 dan kecepatan konveyor. Dilakukan beberapa perbaikan di proses
forming, baking, dan oiling machine. Perbaikan yang dilaksanakan adalah
penggantian konveyor dan diubahnya skema rotary cutter yang semula roll ganda
menjadi roll tunggal, modifikasi pada filtrasi tangki sedimentasi oiling machine,
disusun SOP pembersihan oiling machine, dan ditentukannya parameter optimum.
Setelah rangkaian perbaikan tersebut dituntaskan, diketahui bahwa pemborosan
berat berlebih yang baseline semula 9% mengalami penurunan secara absolut
menjadi 5.6% di akhir penelitian. Penghematan dari penurunan pemborosan berat
berlebih tersebut setara dengan nilai uang sebesar Rp. 122,286,793.38/bulan.
Kata kunci: