digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yannice Luma Marnala Sitorus
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Yannice Luma Marnala Sitorus
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Yannice Luma Marnala Sitorus
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Yannice Luma Marnala Sitorus
PUBLIC Yoninur Almira

PUSTAKA Yannice Luma Marnala Sitorus
PUBLIC Yoninur Almira

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa rekonsiliasi merupakan prakondisi yang harus ada sebelum pihak-pihak yang berkonflik melakukan kerjasama. Demikian pula pada kolaborasi antara negara dan penduduk asli dalam implementasi ethnodevelopment, harus didahului dengan upaya rekonsiliasi atau dengan kata lain pendekatan kolaborasi yang diterapkan harus dijiwai semangat rekonsiliasi. Perlu pengembangan pendekatan kolaboratif untuk meningkatkan kepercayaan awal penduduk asli kepada negara atau memperbaiki relasi yang rusak akibat riwayat tekanan oleh negara pada masa lalu dan untuk mengatasi adanya perbedaan konsep tata kelola sumber daya pembangunan yang dipahami oleh negara dan oleh penduduk asli yang sulit dipertemukan dalam suatu konsensus. Seberapa besar kekuasaan negara dalam kolaborasi perencanaan pembangunan di wilayah adat agar penduduk asli tidak merasa kekuasaannya dibatasi dan bagaimana pembagian kekuasaan ini masih perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses perencanaan kolaboratif antara negara dan penduduk asli dalam implementasi ethnodevelopment di wilayah multietnis Melanesia, Provinsi Papua. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan studi kasus untuk memperoleh makna fenomena sosial saat ini pada proses perencanaan kolaboratif di sana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai bagian dari upaya perbaikan kondisi awal, pengakuan adanya indigenous autonomy, yang diterapkan dalam bentuk implementasi ethnodevelopment menurut tata kelola tradisional, dapat meningkatkan kepercayaan awal penduduk asli kepada negara sehingga kemudian mau berkolaborasi pada proses perencanaan untuk mencapai suatu konsensus dalam implementasi ethnodevelopment menurut tata kelola pemerintah. Dialog otentik antara pihak pemerintah dan penduduk asli yang tidak selalu harus berujung pada suatu konsensus dan berlangsung terus-menerus menjadi wadah untuk menumbuhkan kepercayaan penduduk asli kepada negara. Saluran tersendiri bagi perwujudan indigenous autonomy ini sejalan dengan konsep pemikiran rekonsiliasi. Aspek budaya dan riwayat sejarah berpengaruh terhadap bentuk upaya untuk memperbaiki kondisi awal ini.