digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ongku Parmonangan Hasibuan
PUBLIC Taupik Abidin

Indonesia merupakan salah satu tempat menarik bagi kegiatan penambangan emas dalam 50 tahun terakhir. Penambangan skala kecil mulai menjamur sejak tahun 1990an; pada tahun 2011 terdapat sekitar 77.000 penambangan emas tanpa izin di Indonesia, melibatkan sekitar 465.000 pekerja yang tersebar di 27 provinsi dengan produksi tahunan mencapai 130 ton; dua kali lipat dari produksi emas nasional yang diproduksi secara legal. Kegiatan ini merupakan mata pencaharian bagi lebih dari satu juta orang, akan tetapi melepas 70 hingga 150 ton merkuri ke lingkungan, yang menjadikan Indonesia sebagai pencemar merkuri kedua terbesar di dunia. Pemerintah memperkirakan hilangnya potensi pendapatan negara dari royalty dan pajak hingga Rp 80 triliun setiap tahunnya, belum termasuk biaya pemulihan lingkungan serta biaya mengatasi konflik-konflik sosial yang diakibatkan kegiatan ini. Beragam konflik terus terjadi antara perusahaan dan masyarakat, beberapa menimbulkan korban jiwa dan kerusakan material, menjadikan penambangan tanpa izin ini sebagai momok terbesar bagi investor sektor pertambangan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memahami penyebab di balik maraknya penambangan emas ilegal dan mengembangkan solusi yang saling menguntungkan bagi pemangku kepentingan, yang mengarah pada pemberantasan aktivitas ilegal ini dan mitigasi dampak negative yang ditimbulakannya. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi di Kalimantan, yaitu Muro dan Meratus, dimana terdapat sekitar 7.000 penambang tanpa izin di dalam wilayah sekitar 70.000 ha, yang telah berlangsung sejak tahun 1990an, dan telah menimbulkan beberapa konflik serta kerusakan lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian “action research” menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan secara induktif. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, dimulai dengan pengamatan lapangan antara tahun 2018 dan 2020 untuk memperoleh gambaran tentang para pelaku dan situasi sesungguhnya di lapangan, dibarengi wawancara mendalam para pemangku kepentingan untuk medalami penyebab utama kegiatan ini serta menyerap aspirasi dalam upaya menemukan solusi yang saling menguntungkan. Sebanyak 51 peserta dipilih untuk diwawancarai secara mendalam, meliputi para pelaku, kalangan perusahaan, dan pihak yang berwenang. Data dianalisis menggunakan metode ‘content anlaysis’ dengan bantuan software NVivo. Diagram yang menggambarkan hubungan antar variabel dibuat menggunakan software Vensim. Hasil penelitian menemukan enam kelompok pelaku pada kegiatan ini, yaitu: penambang, pengolah, pembeli/pedagang, seponsor termasuk pendana, dan kelompok yang memiliki kepentingan khusus yang menenyediakan beragam jasa non-teknis. Di dalam kelompok ini termasuk oknum aparat pemerintah dan penegak hukum yang memberi perlindungan terselubung pada kegiatan ini. Sebanyak tujuh factor penyebab utama dibalik kegiatan ini terungkap dari penelitian, yaitu: alasan eknomi, faktor hambatan berusaha, tersedianya sarana pendukung, aturan yang lemah, adanya kepentingan politik dan penguasa, kondisi psikososial di masyarakat, serta faktor mental dan prilaku. Delapan kategori solusi ditemukan dalam penelitian ini, yang kemudian dikelompokkan dalam empat jenis pendekatan, yaitu: pendekatan regulasi, pendekatan sosio-ekonomi, pendekatan aspek prilaku, dan penegakan hukum. Penekanan atas setiap jenis pendekatan berbeda antara kedua lokasi penelitian, karena perbedaan karakteristik pelaku maupun lokasinya. Pendekatan regulasi merupakan faktor yang menentukan agar pendekatan lainnya dapat dijalankan, sementara dalam jangka panjang, pendekatan prilaku dipandang sebagai yang paling menentukan untuk menghasilkan solusi yang berkesiambungan. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di berbagai negara, sekaligus memperkaya khasanah pustaka terutama dengan munculnya aspek-aspek prilaku sebagai faktor yang menentukan dalam kegiatan penambangan tanpa izin, yang berakar pada mentalitas korup yang telah menyebar di seluruh lapisan pelaku kegiatan ini. Pendekatan aspek prilaku ini merupakan pendekatan penting dalam menghadirkan solusi terhadap kegiatan ekonomi illegal sejenis. Penelitian ini memberi masukan bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan beragam kebijakan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, pembangunan wilayah pedesaan, serta pengaturan bidang pertanahan. Bagi kalangan dunia usaha, penelitian ini memberi masukan penting yang dapat dipergunakan dalam mengembangkan kerjasama dengan masyarakat sekitar, serta dalam pengembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang merupakan salah satu kewajiban perusahaan. Dalam perspektif yang lebih luas, pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diadopsi dalam mempelajari fenomena sosial sistemik serupa yang dihadapi di berbagai jenis indstri maupun di berbagai negara.