Kabupaten Bandung merupakan daerah dengan aktivitas konvektif yang cukup tinggi bahkan bisa berulang. Hal tersebut bisa menyebabkan banjir yang berakibat kerugian baik material maupun nyawa. Pengamatan dan deteksi hujan menggunakan Radar mampu mendeteksi sinyal pertumbuhan awan yang berpotensi hujan lebat. Namun, ternyata dalam proses evakuasi membutuhkan waktu yang lebih cepat. Dalam sebuah penelitian ditemukan metode untuk mendeteki hujan lebih cepat dibanding radar dan observasi hujan permukaan, yaitu Indeks Rapidly Developing Cumulus Area
Penelitian ini mengevaluasi penggunaan indeks RDCA (Rapidly Developing Cumulus Area) dalam mendeteksi kejadian hujan lebat di Kabupaten Bandung. Dengan mengadaptasi metode pada penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan model regresi logistik untuk menghasilkan sebuah nilai indeks RDCA yang berhubungan dengan potensi hujan dengan memanfaatkan data satelit Himawari-8. Selain itu, juga dilakukan evaluasi model dengan analisis confusion matrix dan nilai brier score.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan evaluasi model untuk threshold peluang p>0 dan p>0,2 memiliki hasil yang baik sedangkan untuk threshold p>0,4 memiliki hasil yang buruk. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang jelas antara nilai magnitude RDCA dan hujan yang diprediksi, begitu pula dalam hal membedakan hujan ringan-sedang dan hujan lebat. Hal ini juga menunjukkan terdapat batasan-batasan tertentu dalam penggunaan indeks RDCA asli di wilayah Kabupaten Bandung. Kemudian, dengan memodifikasi algoritma RDCA asli menggunakan band baru yaitu IR1-IR2, model RDCA menjadi lebih baik dalam memprediksi hujan khususnya dalam membedakan hujan lebat dan hujan ringan-sedang